Ciamis, deJurnal,- Upaya mendorong efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, serta penguatan pangan lokal terus disuarakan oleh Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Ida Nurlaela Wiradinata.
Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi Efisiensi dan Penghematan Energi yang melibatkan Danantara dan Pegadaian, bertempat di Aula Hotel Priangan Ciamis, Selasa (16/12/2025).
Dalam paparannya, Ida menegaskan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun pengelolaannya masih memerlukan pembenahan serius, terutama dari sisi manajemen dan keberpihakan kebijakan agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.
Menurutnya, sebagai anggota DPR RI Komisi VI, pihaknya menjalankan fungsi pengawasan dan aspirasi rakyat, bukan sebagai penentu tunggal kebijakan. Namun demikian, suara masyarakat harus terus digelorakan agar arah kebijakan pemerintah tetap berpihak pada kepentingan nasional.
“Pemanfaatan kebijakan pemerintah itu harus dirasakan langsung oleh masyarakat. Kami di DPR menjalankan fungsi pengawasan dan menyuarakan aspirasi rakyat, termasuk soal energi, pangan, dan industri,” ujarnya.
Ida mencontohkan bioetanol berbahan sorgum sebagai salah satu solusi energi terbarukan sekaligus penguatan sektor pertanian. Ia menjelaskan bahwa dalam praktik industri, tidak semua bahan penunjang bisa sepenuhnya berasal dari dalam negeri karena adanya teknologi tertentu yang masih harus diimpor, seperti pada industri pupuk urea.
“Indonesia punya bahan baku yang melimpah, tapi dalam praktik industri, tetap ada proses dan teknologi yang harus kita benahi. Yang penting, nilai tambahnya kembali ke masyarakat dan petani,” katanya.
Ia juga menyinggung pentingnya diversifikasi pangan sebagai strategi menjaga ketahanan nasional.
Menurut Ida ketergantungan pada satu komoditas pangan dinilai berisiko, sehingga inovasi pangan lokal seperti sorgum perlu terus disosialisasikan.
“Pangan itu harus dikuasai negara. Kalau pangan tidak kondusif, dampaknya bisa kelaparan. Diversifikasi pangan seperti sorgum adalah salah satu inovasi strategis,” tegasnya.
Ida berharap melalui sosialisasi tersebut, masyarakat semakin memahami pentingnya efisiensi energi, pemanfaatan sumber daya lokal, serta inovasi pangan sebagai fondasi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Sementara itu guru Besar Bidang Analisis dan Keamanan Pangan Universitas Pasundan, Prof. Dr. Ir. Wisnu Cahyadi, M.Si., menjelaskan bahwa sorgum memiliki kandungan karbohidrat dan protein tinggi, serta lebih mudah dibudidayakan dibandingkan komoditas pangan lainnya.
Sorgum mampu tumbuh di lahan kering, tidak memerlukan banyak air, serta adaptif di berbagai kondisi iklim. Masa panennya relatif singkat, antara 2,5 hingga 6 bulan, dan satu tanaman dapat dipanen hingga tiga kali.
“Dalam satu hektare, hasil panen sorgum bisa mencapai 6–8 ton dengan biaya produksi sekitar Rp7 juta. Selain itu, sorgum bersifat zero waste karena seluruh bagian tanamannya bisa dimanfaatkan,” ungkap Prof. Wisnu.
Daun sorgum dapat dijadikan pakan ternak, nira batangnya diolah menjadi gula, sementara ampasnya dapat dimanfaatkan sebagai bioenergi.
Selama penelitian, Wisnu telah mengembangkan sedikitnya 14 produk olahan sorgum, mulai dari tepung, beras sorgum, mi, hingga aneka produk UMKM seperti brownies dan cookies.
Wisnu mengungkapkan tantangan utama pengembangan sorgum bukan hanya pada budidaya, tetapi juga kepastian pasar. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, BUMN, akademisi, dan pelaku usaha agar rantai pasok sorgum berjalan berkelanjutan.
“Petani sering bingung menjual ke mana hasil panennya. Maka pasar itu harus diciptakan. Kami di Jakarta sudah mulai menjajaki kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sektor energi dan biomassa,” katanya.
Wisnu menyatakan kesiapannya untuk mendorong pengembangan sorgum di Jawa Barat, termasuk di Kabupaten Ciamis, baik dari sisi pendampingan, pengolahan hasil, hingga akses pasar.
“Kalau memang ada potensi di Ciamis, mari kita dukung bersama. Saya punya tanggung jawab moral karena pernah tinggal di Ciamis. Kita siapkan pola pengolahan, dorong UMKM, dan pastikan petani mendapatkan nilai tambah,” pungkasnya. (Nay Sunarti)












