Dejurnal.com , Garut — Aspirasi masyarakat kembali menggema di ruang rapat Komisi II DPRD Kabupaten Garut. Ketua Komisi II, Suprih Rozikin, SH., MH., menerima audiensi dari Paguyuban Warga Perum Bayongbong Asri (PWPBA), yang dipimpin oleh Bapak Yadi Riyadi, Senin(4/8/2025).
Pertemuan ini bukan sekadar seremonial, melainkan menjadi forum penting untuk menyuarakan keresahan warga terhadap persoalan mendasar yang selama ini belum kunjung terselesaikan: kepastian hak atas sertifikat rumah dan status aset perumahan.
Audiensi yang berlangsung secara terbuka itu turut menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan, seperti Dinas PUPR, Dinas PERKIM, Kepala Desa Cinisti, perwakilan Bank BTN Garut, pihak Developer PT. Girimanik, dan juga seorang notaris. Tujuannya jelas mencari solusi konkret atas persoalan yang menyangkut aspek legal dan administratif pada Perumahan Bayongbong Asri.
Dalam penyampaiannya, Ketua PWPBA, Bapak Yadi Riyadi, memaparkan kondisi faktual di lapangan. Dari total 130 unit rumah, sekitar 10 unit menghadapi persoalan yang tergolong krusial. “Masalahnya bukan sekadar teknis, ini sudah menyentuh hak-hak dasar masyarakat. Sertifikat rumah belum dipecah secara individu, masih berbentuk satu sertifikat induk. Ini menyulitkan warga untuk melaksanakan kewajiban perpajakan,” ungkap Yadi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketidaktertiban dalam penyeplitan tanah berdampak pada penarikan pajak yang tidak optimal, sehingga justru pemerintah daerah menjadi pihak yang dirugikan. “Kami sebagai warga sangat ingin taat pajak, tapi bagaimana bisa kalau sistem administrasinya belum rapi. Ini bukan kesalahan warga, melainkan tanggung jawab developer,” tegasnya.
Selain persoalan sertifikat, PWPBA juga menyoroti belum diserahkannya aset perumahan kepada pemerintah daerah. Hal ini menjadi kendala utama dalam pengajuan program bantuan pemerintah yang seharusnya bisa dinikmati warga. “Ada enam sertifikat murni yang belum diterima karena belum lunas, dan ada juga kavling tanah yang pembelian langsungnya belum bersertifikat. Ini harus dituntaskan,” ujar Yadi.
Dengan latar belakang itu, PWPBA memilih jalur audiensi sebagai bentuk iktikad baik. “Kami tidak ingin menyalahkan siapa pun. Kami hanya ingin masalah ini selesai dengan cara yang terhormat. Maka kami datang ke DPRD, agar bisa menjadi jembatan solusi antara warga, pemerintah, dan developer,” tutupnya.
Ketua Komisi II DPRD Garut, Suprih Rozikin, menyatakan akan menindaklanjuti temuan dan keluhan warga, dan mendorong percepatan penyelesaian oleh pihak developer. Ia juga mengapresiasi sikap kooperatif warga yang memilih jalur dialog, bukan konfrontasi.
Audiensi ini menjadi pengingat bahwa hak atas tempat tinggal yang layak tidak berhenti pada kepemilikan fisik semata, melainkan juga jaminan hukum yang melekat di baliknya. Dan di sinilah peran negara dan lembaga legislatif diuji: apakah sanggup menjadi penjaga keadilan administratif bagi warganya, atau hanya menjadi penonton pasif di tengah ketidakpastian.**Willy