DeJurnal, Ciamis – Perseteruan hukum antara Nita Nur Istiqomah dan mantan suaminya, Heri Fajar Gumilar, kembali bergulir. Setelah sebelumnya bersengketa soal harta gono-gini di Pengadilan Agama (PA) Ciamis, kini keduanya berhadapan dalam perkara hak asuh anak di PA Tasikmalaya.
Heri resmi mengajukan gugatan hak asuh anak terhadap mantan istrinya. Sidang perdana digelar pada Rabu (24/9/2025), sedangkan sidang kedua berlangsung Rabu (8/10/2025).
Sidang kedua fokus pada proses mediasi antara kedua belah pihak. Pengadilan berharap mediasi menghasilkan kesepakatan terbaik demi kepentingan anak-anak mereka.
Kuasa hukum Heri selaku penggugat, Didik Puguh Indarto, menyampaikan bahwa sidang kedua berjalan lancar. Menurutnya, proses sudah masuk tahap mediasi dan difasilitasi langsung oleh mediator pengadilan.
“Hari ini sidang kedua dan sudah masuk ke tahap mediasi,” ujar Didik usai sidang di PA Tasikmalaya, Rabu (8/10/2025).
Ia menjelaskan, pihak tergugat, Nita, hadir dalam persidangan didampingi tiga pengacara dari Kantor Hukum Yuli. Kedua pihak, kata Didik, berkomitmen mencari titik temu yang adil terkait pengasuhan anak.
“Mediasi berjalan baik. Kedua belah pihak sepakat mempelajari rencana kesepakatan hak asuh,” jelasnya.
Didik menegaskan, siapapun yang memegang hak asuh, tanggung jawab sebagai orang tua tetap melekat.
“Baik hak asuh dipegang Pak Heri atau Bu Nita, keduanya tetap wajib membesarkan dan menyayangi anak,” tegasnya.
Didik menambahkan, pengasuhan bukan hanya soal tempat tinggal, tetapi juga tanggung jawab moral dan emosional terhadap anak.
Heri mengajukan gugatan hak asuh karena khawatir terhadap perkembangan anak-anaknya. Anak pertama berusia 14 tahun dan anak kedua 7 tahun.
“Pak Heri khawatir terhadap anak sulungnya yang perempuan dan mulai beranjak remaja,” ujar Didik.
Menurut Didik, Heri juga memiliki kekhawatiran terhadap lingkungan baru anak-anaknya. Ia menilai situasi keluarga mantan istrinya bisa memunculkan kembali luka masa lalu.
“Suami dari mantan istri Pak Heri dulu sopir pribadi keluarga. Kondisi itu membuat Pak Heri trauma,” ungkapnya.
Menurut Didik, arah mediasi menunjukkan itikad baik dari kedua pihak. Namun, Heri belum akan menandatangani akta damai sebelum hak dan kewajibannya dijelaskan secara tertulis.
“Kami tidak akan menandatangani kesepakatan tanpa kejelasan hak dan tanggung jawab Pak Heri,” ujarnya tegas.
Didik mengungkapkan bahwa mediator memberikan waktu satu bulan untuk proses mediasi. Kedua pihak diberi waktu satu minggu untuk menyiapkan draft kesepakatan yang akan dibahas pada sidang berikutnya.
Dalam mediasi awal, Heri mengusulkan agar anak pertama diasuh olehnya, sedangkan anak kedua tetap bersama keluarga ibu.
“Anak laki-laki masih kecil dan lebih dekat dengan nenek dari pihak ibu, itu tidak jadi masalah,” kata Didik.
Namun,Didik menambahkan kliennya Heri tetap khawatir terhadap kondisi anak perempuan yang mulai beranjak dewasa.
“Pak Heri hanya ingin memastikan anaknya tumbuh di lingkungan yang aman dan nyaman,” tambahnya.
Didik menyebutkan sidang mediasi berikutnya dijadwalkan berlangsung pekan depan di PA Tasikmalaya. Kedua pihak akan menyerahkan rancangan kesepakatan hasil pembahasan internal masing-masing.
“Kami berharap mediasi berakhir damai dan keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan anak,” pungkasnya. (Jepri Tio)