Ciamis, deJurnal,- Suasana hubungan antara pemerintah desa dan insan pers di Kabupaten Ciamis kembali mencair setelah Kepala Desa Mekarmukti, Kecamatan Cisaga, Asep Ari (Kuwu Ibro) menggelar pertemuan dengan empat organisasi wartawan pada Minggu malam, (23/11/2025)
Pertemuan itu menjadi titik klarifikasi penting usai potongan video pernyataannya di acara Silaturahmi Akbar Perangkat Desa Kabupaten Ciamis (SILATKAB) viral dan memicu salah tafsir di publik.
Hadir dalam pertemuan tersebut ketua serta perwakilan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), dan Ikatan Wartawna Online (IWO), empat organisasi pers terbesar di Ciamis.
Pada kesempatan itu, Kuwu Ibro memaparkan kronologi lengkap dari awal terjadinya persoalan antara oknum wartawan dan perangkat Desa Mangkubumi yang menjadi akar dilaksanakannya SILATKAB hingga konteks sebenarnya dari kalimat bernada lantang yang terekam dalam video viral.
“Video itu hanya sepotong, tidak menampilkan konteks sambutan sebelumnya. Pernyataan saya ditujukan untuk oknum, bukan rekan-rekan media,” tegas Kuwu Ibro di hadapan pimpinan organisasi wartawan.
Pertemuan berlangsung hangat dan menjadi momentum penting untuk meredam mispersepsi yang terlanjur berkembang.
Sebelum membahas potongan video Kuwu Ibro, penting memahami apa tujuan SILATKAB digelar di GOR Sadananya (05/11/2025) lalu.
Kegiatan yang dihadiri lebih dari 1.000 perangkat desa itu merupakan respons PPDI Ciamis terhadap dugaan intimidasi dan pemerasan oleh seorang oknum wartawan terhadap perangkat Desa Mangkubumi.
Silatkab digelar karena ternyata banyak perangkat desa lain mengaku pernah mengalami hal serupa dari oknum yang sama, disertai bukti berupa foto, kwitansi, video hingga rekaman CCTV.
Dalam Silatkab tersebut PPDI kompak melawan tindakan oknum wartawan, bukan profesi wartawan.
Acara Silatkab juga dihadiri Camat Sadananya, Kepala DPMD, Kapolsek Ciamis, Ketua APDESI, dan unsur media yang juga menerima undangan resmi dari PPDI.
Polemik bermula ketika potongan video Kuwu Ibro beredar dua minggu setelah SILATKAB.
Dalam video menampilkan momen ketika ia memasuki ruangan sambil berteriak tanpa mikrofon, dengan terdengar sepenggal kalimat yang memicu salah paham.
Padahal, menurut kesaksian banyak pihak, teriakan tersebut adalah respons spontan terhadap pernyataan Ketua PPDI yang sebelumnya menegaskan bahwa PPDI berhadapan dengan oknum, bukan profesi wartawan.
Namun karena video yang beredar hanya potongan pendek, konteks acara tidak terlihat.
Melalui video klarifikasi dan pertemuan dengan organisasi pers, Kuwu Ibro menjelaskan bahwa tidak ada niat sedikit pun menyerang profesi wartawan.
“Saya terlalu bersemangat, tetapi maksud saya jelas oknum yang sudah lebih dulu dibahas oleh Sekdes Mangkubumi. Saya mohon maaf bila menimbulkan kegaduhan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa setelah acara, ia juga sempat berbincang dengan sejumlah wartawan yang hadir, dan tidak ada yang menunjukkan rasa tersinggung karena mereka memahami konteks sepenuhnya.
Viralnya video Kuwu Ibro sempat diikuti isu lain terkait dugaan penyimpangan pembelian mobil desa. Kuwu Ibro tegas membantah.
Ia menjelaskan bahwa mobil pelayanan desa (Xenia, plat merah) dibeli menggunakan anggaran desa dan kini digunakan melayani masyarakat dan mobil ambulans (Grand Max) dibeli dari hasil gadai SK miliknya pribadi.
Anggota BPD Desa Mekarmukti, Fatoni, ikut menguatkan pernyataan tersebut.
“Anggaran sudah dibelanjakan dan mobilnya ada serta digunakan. Uang hasil gadai SK dipakai membeli ambulans. Masyarakat sudah merasakan manfaatnya,” ujarnya.
Sementara itu ketua IWO Kabupaten Ciamis, Heru Pramono, menyatakan bahwa video potongan gangbtersebar memang sempat menimbulkan salah tafsir di kalangan jurnalis.
“Awalnya kami memahami potongan itu berbeda, tapi setelah kronologi lengkap dijelaskan, kami paham maksud sebenarnya,” ujar Heru.
Ia menegaskan bahwa sebelum SILATKAB, PPDI dan organisasi wartawan juga sudah menjalin komunikasi.
“Ini pembelajaran bagi semua pihak agar informasi tidak disebar setengah-setengah,” lanjutnya.
Lebih lanjut Heru menekankan bahwa kejadian tersebut harus dijadikan momentum memperbaiki sinergi perangkat desa dan media.
“Media adalah partner pemerintah desa. Kita harus saling menghargai dan kompak, dan menjadikan kasus ini sebagai introspeksi dan penguatan etika komunikasi publik,” tuturnya.
Atas semua yang terjadi PPDI dan organisasi wartawan sepakat melanjutkan sinergi dan menolak praktik oknum yang mencederai etika profesi. (Nay Sunarti)












