Oleh: H. DARMADI
Perubahan perkembangan jaman telah merubah berbagai tatanan kehidupan, termasuk di dalamnya peran keluarga yang semakin hari semakin luntur. Memudarnya peran keluarga juga dipengaruhi oleh semakin beratnya persaingan hidup yang dialami oleh kepala keluarga dalam mencari nafkah, dan semakin menipisnya peran ibu dalam melaksanakan peran domestiknya. Menyatunya dua permasalahan besar tersebut telah mengakibatkan berkurangnya peran keluarga bagi perkembangan fisik dan psikis anak, yang pada gilirannya merentankan keutuhan keluarga.
Banyaknya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak terlantar, pelecehan seksual terhadap anak, dan kasus lainnya semestinya tidak perlu terjadi manakala keluarga dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Secara sosiologi, peran keluarga dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, sebagai tempat bertemunya seluruh anggota keluarga untuk membangun kasih sayang antar-anggota keluarga. Di dalam keluarga, kasih sayang antar- anggota keluarga dibina dan dikembangkan sehingga rasa kasih sayang di antara mereka semakin hari semakin berkembang, yang akhirnya anak akan tumbuh dalam suasana keluarga yang menggembirakan dan terhindar dari berbagai tekanan.
Kedua, sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya anak hingga dewasa. Di dalam keluarga anak, tumbuh baik secara fisik maupun psikis. Sebagai tempat penyemaian anak, sudah sepantasnya apabila di dalam keluarga tercipta suasana kondusif, bahagia, menyenangkan, dan nihil dari kekerasan dalam rumah tangga. Berbagai bentuk KDRT tidak sepantasnya terjadi baik terhadap anak maupun terhadap istri. Sangat tidak pada tempatnya apabila saat terjadi pertengkaran keluarga antara ibu dan bapak, dilakukan dan dipertontonkan di depan anak, karena hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan psikologis anak ke depan.
Ketiga, sebagai tempat pendidikan informal mulai pendidikan nilai, budi pekerti, agama, ahlak, dan pendidikan karatker. Dengan kata lain, keluarga merupakan wahana pemberian contoh orang tua kepada anak, baik dalam hal beribadah, bertata krama, bersopan santun, dan berucap kata. Oleh karena itu, di dalam keluarga, orang tua hendaknya mampu memberikan contoh yang baik, sehingga anak bisa meniru hal-hal baik yang bisa dipraktikkan ketika anak berada di luar rumah atau ketika anak sudah mandiri. Di sini, peran keluarga juga sebagai bengkel perilaku, dalam arti seluruh ucap kata dan tata krama yang kurang baik yang dibawa anak dari luar rumah hendaknya langsung diperbaiki dan dibetulkan sehingga tidak menjadi habit yang tidak baik.
Keempat, sebagai tempat penyelesaikan berbagai masalah yang terjadi di luar rumah. Di dalam rumah dapat dipikirkan dan disusun berbagai strategi yang dapat dilakukan sehingga berbagai permasalahan kehidupan bisa diatasi dengan baik. Proses pengendapan berbagai masalah, dengan melakukan perenungan akan mampu mengatasi masalah dengan sejuk dan lepas dari emosi yang membara. Di dalam rumah tangga pula dapat dilakukan syaring atau curhat dengan seluruh anggota keluarga sehingga permasalahan yang dihadapi di luar rumah tidak ditanggung atau dirasakan sendiri, tetapi ikut juga dirasakan oleh anggota keluarga yang lain, sehingga tidak menjadi beban yang membuat stress berkepanjangan.
Memperkuat Peran Ibu
Seorang ibu rumah tangga mempunyai peran domestik yang sangat besar tidak hanya berperan di dapur, kasur, dan sumur, tetapi mempunyai peran lain yang sangat besar mulai dari merawat anak, mengawasi anak, mendidik anak, menjaga stabilitas rumah tangga, bahkan menjadi sumber daya pendapatan rumah tangga selain dari kepala rumah tangga. Banyak ibu-ibu yang merasa sudah selesai tugasnya apabila sudah beres urusan masak, mencuci, dan membersihkan rumah, yang sesungguhnya masih banyak tugas lain yang harus dikerjakan oleh ibu, yang seluruhnya tidak nampak kasat mata, sehingga hasilnya pun kadang diremehkan oleh suami. Seperti tugas mengawasi anak, menjaga kesehatan anak, memperhatikan perkembangan anak, membantu kesulitan belajar anak, merawat dan menjaga keselamatan harta bersama, serta tugas domestik lainnya.
Tugas ibu rumah tangga selain yang sudah disebutkan di atas yaitu menjaga kehormatan pribadi, nama baik suami, dan nama baik keluarga dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangga. Rumah tangga yang sudah dibangun dengan susah payah, sudah selayaknya apabila dibina dengan baik, sehingga tidak terjadi keretakan, pertengakran, atau broken home yang seharusnya tidak terjadi di dalam keluarga.
Banyak pula ibu-ibu rumah tangga yang berkarir di luar rumah dalam rangka membantu suami mencari nafkah. Dalam hal ini, tidak menjadi masalah sepanjang tidak meninggalkan peran domestik seorang ibu. Kewajiban yang lain yaitu tetap menjaga kehormatan pribadi sebagai seorang istri sehingga tidak terjadi pergaulan yang bisa mengakibatkan kehancuran rumah tangga. Di sini seorang istri dan suami harus secara tulus dan ihlas berkomitmen bekerja keras untuk membesarkan anak secara bersama-sama, sehingga mampu mengantarkan anak hingga dewasa, mandiri, dan mampu membangun keluarga baru yang lebih bahagia.
Memperkuat Peran Ayah
Ayah sebagai kepala keluarga tidak hanya berkewajiban mencarikan nafkah untuk seluruh anggota keluarga, tetapi lebih dari itu, harus mampu menjadi pengayom bagi seluruh anggota keluarga sehingga seluruh anggota keluarga merasa aman, tenteram, damai dan sentausa. Ayah juga berperan dalam memberikan berbagai tauladan baik kepada istri maupun anak, sehingga anggota keluarga dapat meniru ayahnya baik sebagai sosok pekerja keras yang tidak mudah menyerah, tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan hidup, piawai dalam mendidik anak, rajin dalam beribadah, selalu mencintai seluruh anggota keluarga, bijak dalam menangani berbagai permasalahan, santun dalam berucap, sopan dalam bertindak, ramah dalam bergaul, dan peduli dengan sesama.
Sudah tidak pada tempatnya apabila seorang ayah memposisikan dirinya sebagai sosok pribadi yang angkuh dan merasa paling berkuasa, sehingga bebas mengatur keluarga dengan seenaknya. Oleh karena itu, seorang ayah tidak boleh dengan semaunya membelanjakan pendapatannya untuk hal hal yang kurang bermanfaat, apalagi bukan untuk keperluan kalurganya.
Uraian di atas memberikan bukti perlunya melakukan revitalisasi peran keluarga pada anak, yang semakin hari semakin tergeser oleh perkembangan jaman, masuknya budaya asing, dan semakin menipisnya muatan agama. Dengan menengok ulang peran keluarga yang sudah di uraikan di atas diharapkan, keluarga sebagai sebuah wahana yang paling baik untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan yang hakiki dapat diwujudkan.
*) Praktisi Pendidikan, Pemerhati masalah Sosial, Budaya, dan Politik,Tinggal di Lampung Tengah.