Dejurnal.com, Garut – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil secara resmi meluncurkan program Sapa Warga secara simbolik di tahun 2019 dengan membagikan HP untuk seluruh Para RW di Jawa Barat. Program tersebut untuk mengejar label Jawa Barat sebagai provinsi digital.
Penelusuran dejurnal.com di Kabupaten Garut pasca dua tahun program Sapa Warga berlalu, apa yang menjadi target dari adanya program sapa warga nyaris tak terperhatikan. Pasalnya, selain hape seolah menjadi milik pribadi, kuota pulsa yang dialokasikan setiap bulan pun tak jelas penetrasinya.
Program Sapa Warga bertujuan untuk peningkatan komunikasi masyarakat dengan pemerintah melalui ragam aplikasi dalam handphone. Karena itu, seluruh RW di Jabar mendapatkan Hape dengan status pinjam pakai, artinya itu Asset Pemerintah bukan jadi milik pribadi. Demikian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah menyampaikan beberapa waktu lalu.
Tercatat ada sekitar 4.232 RW yang diberi pinjam pakai handphone untuk Program Sapa Warga dengan dengan spesifikasi memori RAM 2 GB, ROM 16 GB, koneksi jaringan 4G LTE, 3G, 3.5G-HSDPA, kapasitas baterai 1.000 mAH-5.000 mAh, kamera belakang 1-5 MP, kamera depan 1-2 MP, dan kartu 1-2 slot, dengan kisaran harga masing-masing Rp 1,3 juta.
Artinya dengan 4.232 ribu RW, wp-content/uploads Program Sapa Warga Kabupaten Garut kurang lebih Rp 5,5 miliar untuk handphone, dan kuota senilai Rp 50 ribu per bulan yang harus dialokasikan oleh pemerintah desa dari bantuan keuangan provinsi, dengan total nilai per tahun kurang lebih Rp 2,5 miliar.
Salah satu aktifis Garut, Sitorus mengatakan bahwa kondisi program sapa warga di lapangan tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan.
“Ada oknum tidak tanggung jawab yang terkesan handpone itu seakan milik pribadi, sehingga bisa diperjualbelikan,” ungkapnya.
Uang kuota per bulan, lanjut Sitorus, yang bersumber dari Bankeu Provinsi Jabar pun tidak jelas, karena fakta di lapangan ada beberapa RW sampai saat ini hanya menerima sekali saja kuota ketika pertama terima hape program sapa warga. Mirisnya, ada juga Ketua RW masih belum terima handphone.
“Artinya, bisa saja laporan kuota sudah disalurkan tiap bulan namun tak sampai kepada RW, lantas kemana itu uang kuota Rp 50 ribu per bulan per ketua RW,” jelasnya.
Apalagi ada pandemi, bisa jadi handpone program sapa warga diperjual belikan untuk beli beras karena kesulitan ekonomi, tanpa disadari bahwa handphone itu hanya pinjam pakai.
“Untuk itu saya memohon kepada Gubernur Jawa Barat, agar segera turun tangan untuk evaluasi Program Sapa Warga sebelum bantuan keuangan provinsi merembes sia-sia tanpa sisa, bila perlu bentuk tim khusus,” pungkasnya.***Red