Dejurnal.com, Purwakarta – Belasan warga dari delapan kepala keluarga yang awalnya menempati enam rumah di wilayah Kampung Cikadu Desa Bunder, Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta harus hidup terkatung-katung tanpa kejelasan status tempat tinggal yang dulu mereka miliki.
Awalnya, pada tahun 2019 lalu, delapan keluarga yang dulu tinggal di RT 24 RW 06 itu, menjual tanah dan rumah miliknya kepada pengembang perumahan Bunder Recidence.
Namun hingga kini, pengembang perumahan atas nama PT Kunyoung Indonesia Jaya itu, belum melunasi pembayaran rumah tersebut, hanya satu kepala keluarga atas nama Ateng yang telah menerima DP pembayaran sebesar Rp30 juta. Sementara, pimpinan perusahaan pengembang WNA asal Korea bernama Kim Paul dan Baik Chang Ho, entah minggat kemana.
“Sekarang proyek perumahan tersebut sudah diambil alih oleh PT Hekaland proses pembangunan terus berjalan, tapi pembayaran tanah dan rumah kami belum dilunasi,” ujar Ateng, salahsatu pemilih rumah dan tanah di wilayah tersebut, Jumat (4/3).
Kata Ateng, ia bersama beberapa kepala keluarga akan mengadukan permasalahan ini kepada wakil rakyat di DPRD Purwakarta. Adapun, kedelapan kepala keluarga tersebut adalah; Apen, Hoerudin (Warmad), Ateng, Endang Jaenudin (Kunik), Pudin, Supardi, Ahyar (Uci Sanusi) dan Tumras.
Menurut Ateng, dalam surat perjanjian jual beli rumah dan tanah disebutkan, bahwa DP 30 persen akan dibayarkan pada tanggal 22 Februari 2019 dan sisa pembayaran akan dilunasi pada tanggal 30 Maret 2019.
Untuk sementara, kata Ateng, ia disarankan oleh pengembang untuk mengontrak rumah, karena tempat tinggalnya sangat berdekatan dengan tebing pembatas perumahan.
“Iya kami ngontrak saat ini dan biaya kontrak mereka yang tanggung, tapi dari perjanjian itu mereka baru membayar 30 juta saja. Kami ngontrak hampir mau jalan 4 tahun,” ucap Ateng.
Ia juga menjelaskan rumah yang dijanjikan yang akan dibeli itu ada enam rumah, jadi bukan hanya dirinya saja. Akan tetapi kepemilikan perumahan Bunder Recidence sudah berganti. Hal itu membuat Ateng beserta warga lain mengalami kebingungan.
“Yang ngurus sudah beda bos, tapi belum ada penyelesaian juga. Bahkan pernah laporan minta dibantu kepada pihak desa malah kurang menanggapi serius,” ujar Ateng.
Hingga naskah ini dibuat, awak media belum bisa mengkonfirmasi pihak pengembang, baik itu dari PT Hekaland maupun dari PT Kunyoung Indonesia Jaya.***(Budi)