Dejurnal.com, Bandung – Sebagai bentuk keterbukaan informasi perusahan, PT Geo Dipa mengajak puluhan awak media yang terhimpun dalam PWI dan IJTI, meninjau lokasi pengeboran sumur produksi Pbangkut Listrik Tenaga Panas Bumi di Proyek Patuha 2, Kecamatan Pasirjambu , Kabupaten Bandung dalam kegiatan Gathering Media, Selasa (29/3/2022).
Dari kegiatan tersebut, para awak media mendapat informasi, bahwa di awal tahun 2024 PT Geo Dipa Energi (Persero) menargetkan 12 sumur produksi Patuha 2 yang akan menghasilkan kurang lebih 4-5 mega Watt.
Project Asisten Manager Patuha 2, Aditya Rahman mengatakan, dari 12 sumur produksi, yang akan menghasilkan kurang lebih 4- 5 mega watt itu, akan terkumpul sekitar 55-60 ribu mega Watt untuk dijadikan pembangkit listrik. Satu unit pembangkit, kata Aditya nantinya akan didistribusikan ke seluruh wilayah Jawa dan Bali.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN, kata Aditya, sebenarnya penyediaan listrik ke Jawa dan Bali sudah cukup memenuhi, namun karena pemerintah menginginkan strategi bauran energi kurang lebih 23 persen energi bersih, sehingga dari Patuha 55 mega Watt diharapkan mampu menyumbang persentase tersebut.
Dari jumlah persentase tersebut, menurut Aditya Geo Dipa hanya menyumbang kurang dari 1 persen. Sehingga Geo Dipa untuk unit 2 merencanakan pengeboran 12 unit sumur. Kemudian pengembangan unit 3 kurang lebih juga 12 sumur. “Tapi nanti perlu kajian lebih lanjut dari teman-teman Geologis kami untuk memastikan kesediaan sumur itu cukup untuk dilakukan unit 3,” ujar Aditya acara gathering ke lokasi proyek Patuha Pasirjambu, Selasa (29/3/2022).
Untuk unit 2, lanjut Aditya ditargetkan COD-nya di awal tahun 2024. Sedangkan untuk unit 3 akan ada kajian lagi, dan ditargetkan masa kontruksi sekitar 3 tahun, kemudian 2027 atau 2028.
Potensi WKP Patuha sendiri, kata Aditya sekitar 400 mega Watt, yang saat ini baru 55 mega Watt, dan akan dikembangkan lagi menjadi 55 mega watt sehingga totalnya menjadi 110 mega watt di awal tahun 2024 nanti.
Proyek Patuha, menurut Aditya tidak merusak ekosistem karena pihaknya berkomitmen apa yang digunakan diganti dua kali lipatnya. “Seperti izin pinjam pakai kawasan hutan. Saat ini kita menggunakan 2,85 hektar untuk pembangunan fet BB, nantinya kita ganti seluas 6,1 hektar yang lokasinya berada di lokasi Desa Sugihmukti.
Di hutan lindung yang digunakan proyek pun situasinya dibuat seperti aslinya, sehingga satwa-satwa liar masih merasa itu tempatnya.
Menurut Aditya, tantangan pihaknya saat membuka hutan yakni mengkondisikan welfet itu seperti kondisi hutan yang aslinya.
10 tahun Aditya bekerja di ASE, baru kali ini menyusun SOP tanggap darurat untuk menyelamatkan satwa-satwa liar. “Jadi jika ada kondisi emergensi, kalau misalkan menyelamatkan manusia gampang: Bapak Ibu ayo evakoasi ke sini! Sekarang bayangkan kalau mengevakuasi satwa-satwa liat, bagaimana caranya? Jadi itu tantangan terberat, “katanya.***Sopandi