CIAMIS,- Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) bersama Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tasikmalaya menyelenggarakan sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) 2024 di Aula Gedung PKK Ciamis, Kamis (26/09/2024).
Sosialisasi digelar guna meningkatkan pemahaman masyarakat tentang cukai dan upaya pemberantasan rokok ilegal.
Pj Bupati Ciamis, H Engkus Sutisna, yang hadir membuka acara menyampaikan pentingnya cukai sebagai alat pengendali konsumsi barang berisiko salah satunya rokok. Cukai bukan hanya menyangkut soal pendapatan negara, tapi juga merupakan elemen pengendalian konsumsi barang terutama rokok.
Dikatakan Engkus, salah satu langkah pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi perokok terutama anak-anak yaitu dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan tarif cukai tembakau sebesar 10 persen pada tahun 2024.
“Kenaikan ini bertujuan melindungi generasi muda dari penggunaan rokok, dan di sisi lain sebagai penerimaan negara dari sektor perpajakan yang memperkuat anggaran pendapatan dan belanja negara APBN,” katanya.
Engkus juga mengingatkan, kenaikan cukai dapat memicu peredaran rokok ilegal yang harganya lebih murah karena tidak dikenakan cukai.
“Rokok ilegal itu sangat berbahaya dan merugikan negara karena tidak melalui uji laboratorium,” jelasnya.
Kepala Satpol PP Ciamis, Uga Yugaswara, menyampaikan bahwa sosialisasi ini bagian dari upaya untuk mengurangi peredaran rokok ilegal di daerah tersebut.
“Kami ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok ilegal dan pentingnya cukai,” ungkapnya.
Sosialisasi ini akan dilanjutkan di tiga wilayah eks-kawedanan dan disertai operasi pasar di beberapa kecamatan. Edukasi juga akan dilakukan melalui media digital seperti webinar, YouTube, dan radio.
Pemerintah berharap kegiatan ini dapat menekan peredaran rokok ilegal dan meningkatkan penerimaan negara melalui cukai.
Sementara itu Kepala Seksi Kepatuhan Internal Penyuluhan Bea Cukai Tasikmalaya, Budi Irawan menyoroti pentingnya kerja sama antar instansi dalam menekan peredaran rokok ilegal di wilayah Priangan Timur.
“Kami sebagai pelaksana Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai, bekerja sama dengan pemerintah daerah, khususnya Satpol PP, untuk melakukan penegakan hukum. Tindakan kami berupa edukasi kepada masyarakat serta tindakan represif jika diperlukan,” ungkapnya.
Menurutnya, hingga Agustus 2022, peredaran rokok ilegal di Priangan Timur diperkirakan masih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Wilayah tersebut lebih berfungsi sebagai tempat pemasaran, bukan produksi masif. Bea Cukai memperkirakan penindakan akan menyentuh angka 3 hingga 4 juta batang rokok ilegal hingga akhir tahun.
“Pada 12 November nanti, barang hasil penindakan akan kami musnahkan dengan cara dibakar. Diperkirakan ada sekitar 3 hingga 4 juta batang rokok ilegal yang akan dimusnahkan,” ungkapnya.
Budi menegaskan, selain merugikan negara karena tidak membayar cukai, rokok ilegal juga menimbulkan ancaman bagi kesehatan konsumen. Produk-produk ini sering diproduksi di tempat yang tidak higienis dan menggunakan bahan baku yang tidak terjamin.
“Rokok ilegal ini memiliki kadar tar dan nikotin yang tidak jelas. Bahkan, kami khawatir tembakau yang digunakan sudah tercemar, seperti terkena hama atau jamur, sehingga tidak aman dikonsumsi,” jelasnya.
Selain itu, pabrik-pabrik yang memproduksi rokok ilegal seringkali beroperasi secara sembunyi-sembunyi di rumah kontrakan, tidak di pabrik resmi.
“Pihak Bea Cukai juga telah melakukan berbagai penindakan di lapangan, termasuk terhadap warung-warung yang menjual rokok dengan pita cukai bekas. Mereka yang terbukti melanggar dikenakan denda sebesar dua kali lipat dari nilai cukai barang yang ditemukan,” katanya.
Dengan berbagai upaya tersebut, Bea Cukai berharap dapat menekan angka peredaran rokok ilegal dan mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat serta pendapatan negara,” tambahnya.
Penerapan cukai ini bertujuan untuk membatasi konsumsi produk yang dapat berdampak buruk pada kesehatan masyarakat, seperti diabetes dan masalah ginjal.
“Pemerintah tengah membahas penerapan cukai pada minuman berpemanis, namun masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan DPR,diharapkan dengan kebijakan ini mampu menekan konsumsi berlebihan yang bisa membahayakan kesehatan, tanpa mengganggu keberlangsungan usaha,” pungkasnya.(Nay)**