Dejurnal.com, Bandung- Bulan September 2024 lalu dalang wayang golek Asep Sandi dan beberapa orang kru dari Padepokan Giri Jinawi Raharja Kabupaten Bandung keliling eropa. Namun baru dua negera Australi dan Serbia yang disinggahi.
“Seharusnya di bulan September kemarin ke 10 negara, tapi terkait konplik Timur Tengah, saya pulang dulu. Rencananya berangkat lagi pertengahan bulan November 2024,” kata Asep Sandi di padepokan Giri Jinawi Raharja, Desa Sulamukti Kecatamatan Katapang Kabupaten Bandung, Rabu (23/10/2024).
Kunjungan ke luar negeri itu, kata Asep Sandi membawa misi memperknalkan seni Sunda, di antaranya pertunjukan seperti wayang, tari (kemasan), atau lektur pengajaran kepada universitas , dan rumah budaya.
Menurut Asep Sandi, biasanya pihak Kemendikbud, Disbudpar atau KBRI yang meminta pelaku seni atau budayawan daerah untuk memperkenalkan budaya atau kesenian garapannya ke luar negeri, namun dalam program ini Asep punya relasi beberapa orang akademisi dari luar negeri sehingga langsung meminta dari Padepokan Giri Jinawi Faharja untuk memperkenalkan kesenian ke eropa itu.
“September kemarin mereka yang dari Serbia, Swedia dan yang lainnya berkunjung ke Padepokan Giri Jinawi Raharja dan melihat penampilan para seniman di sini. Mereka meminta kerja sama. Jadi ini kegiatan rutin , setahun bisa 4-5 kali berangkat ke beberapa negara untuk memperkenalkan kesenian daerah,” kata Asep Sandi.
Sasaran dari misi memperkenallan kesenian itu kata Asep rata-rata universitas. “Selebihnya ke rumah budaya, seperti rumah boneka dan grup-grup musik. Kami juga konser kolaborasi dengan grup musik jazz di sana, ” ujar Asep.
Selain dirinya sebagia pimpinan Padepokan Giri Jinawi Raharja, yang juga sutradara dalam garapan pertunjukan lolabirasi , Asep juga membawa 7 orang kru. Mereka adalah ; Asep Kamajaya (dalang sepuh / sang ayah), Diang Tarnyangga (dalang), Peter Zilagy (managenem), Dasep Taufik Lukman (pangrawit), Bayu Candra (pangrawit), Muhammad Ilyas (pangrawit), dan Ridwan Zaenal Mutakin (penari).
Asep Sandi tidak membawa banyak peralatan musik, selain kecapi dan biola, karema sebagian tersedia di tempat yang akan ia kunjungi.
“Yang pleksibel karena wayang juga minimalis, sehingga hanya beberapa wayang yang dibawa, dan alat musik hanya kecapi dan biola, ” katanya.
Asep Sandi mengaku, bahasa yang digunakan dalam penyampaian materi menggunakan bahasa Inggris. “Kebetulan saya pernah belajar sekian lama di Paris, jadi tak ada kendala menggunakan bahasa Inggris. Kecuali untuk pagelaran di part-part seperti kakawen, dialog raja itu menggunakan bahasa daerah, kita pakai skrin. Tapi kalau seperti pawongan kita pakai bahasa Inggris biar komunikasinya lebih dekat, ” kata Asep Sandi.
Respon terbaik terhadap kunjungan pengenalan seni Sunda menurut Asep yakni negara Hongara. Tapi rata-rata negara mereka beigitu care dengan budaya, hanya dari segi audien beda dengan di kita. Kalau di kita magelaran wayang bisa 4000- 5000 orang yang nonton, kalau di sana 20 orang
50 paling banyak 100 orang, tapi mereka fokus semua.
Asep Sandi mengaku job-job manggung ke daerah-daerah sesekali dijalani, namun ia lebih ingin memperkuat literasi. “Karena memang di Jawa Barat khususnya wayang juga yang lainnya itu minim referensi. Secara keilmuan tokoh-tokoh Jawa Barat itu belum banyak mengeluarkan buku atau masuk di jurnal, skripsi dan tesis. Itu yang ingin saya garap, yakni merencanakan perpustakaan digital. Misalkan budaya ngaruat dari mana, sedangkan secara fisik mendapatkan bukunya susah, tapi kalau ada buku digitalnya, tinggal klik. Itu tujuan utama saya , ” terang Asep.
Dengan adanya kerja sama dengan luar negeri, menurut Adep Sandi bisa ada korelasi. “Harapannya bisa membantu. Karema banyak manuskrip naskah-naskah yang di luar seperti di Nederlan Belanda. Naskah kita kan di sana jadi mudah-mudahan bisa dikrosing kan referensinya. Beda dengan Jawa, kuat reperensinya, ” terang Asep Sandi. * Sopandi