Dejurnal.com, Garut — Komisi II DPRD Kabupaten Garut terdiri dari Riki Muhammad Sidik, S.Sos, Dadan Wandiansyah, S.IP, Asep Mulyana, S.E, Irfan Agustiana dan Indra Kristian, melaksanakan kegiatan kunjungan lapangan ke wilayah Kecamatan Cikelet-Pameungpeuk, menindaklanjuti audiensi terkait lahan milik negara yang belakangan menjadi sorotan.
Bertempat di Kantor Kecamatan Cikelet, para anggota Komisi II DPRD Kabupaten mengadakan pertemuan bersama Kepala Desa Cikelet untuk langsung mendengarkan apa yang menjadi permasalahan di lapangan.
Sekretaris Komisi II, Riki Muhammad Sidik menegaskan bahwa kunjungan lapangan ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah konkret untuk mengurai persoalan tanah negara yang sedang diperdebatkan. Menurutnya, ada permintaan dari pihak desa dan juga Angkatan Udara mengenai status lahan yang sebelumnya diajukan menjadi aset desa.
“Kami datang untuk memastikan langsung di lapangan terkait audiensi kemarin. Kepala desa setempat menginginkan tanah negara ini bisa menjadi aset desa. Namun, sebagai anggota dewan, kami tidak serta-merta mengambil keputusan. Komisi II hanya ingin menjembatani dan menengahi agar persoalan ini jelas, transparan, dan tidak menimbulkan polemik berkepanjangan,” ungkapnya, Rabu (17/9/2025).
Riki juga menambahkan, langkah selanjutnya yang akan dilakukan Komisi II adalah mengundang pihak-pihak terkait, baik dari pemerintah desa, kecamatan, instansi pertanahan, maupun pihak Angkatan Udara agar duduk bersama membahas status kepemilikan lahan.
“Kita akan menelusuri asal-usul tanah ini terlebih dahulu, setelah itu baru ditentukan langkah hukum dan kebijakan selanjutnya,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Desa Cikelet, Ayi Supriatna menyebutkan bahwa pertemuan dengan Komisi II DPRD Kabupaten Garut bukan kali pertama dalam membahas lahan negara di kawasan wisata Karang Papak.
Menurut Ayi, berdasarkan data desa, tanah Karang Papak adalah tanah negara yang sudah diklasir sejak tahun 1937.
“Kami tidak pernah menganggap tanah ini milik desa, tapi tanah negara yang kebetulan berada di wilayah Desa Cikelet. Maka wajar bila kami ingin mengelolanya untuk menambah pendapatan desa. Namun sejak ada klaim dari angkatan udara, kami tidak bisa menarik manfaat, apalagi karena lahan itu sudah dikavling melalui koperasi AU,” jelas Ayi.
Ayi menambahkan, awal mula perdevatan muncul ketika pihak angkatan udara masuk dan mengkavling lahan dengan alasan memiliki hak pengelolaan. Hal ini membuat masyarakat kebingungan, bahkan sempat terjadi tarik-menarik kepentingan.
“Padahal, sejak dulu lahan itu bukan milik siapapun. Kami pun menghimbau warga agar tidak begitu saja menyerahkan tanahnya, sebab status hukumnya jelas itu tanah negara,” tegasnya.
Menurut Ayi, ketika pemerintah desa mencoba masuk untuk menertibkan lahan, pihak angkatan udara tidak lagi berani bersikap seperti sebelumnya. Namun, status kepemilikan belum tuntas sehingga masyarakat dan desa masih menunggu kepastian hukum.
“Komisi II DPRD Garut sebelumnya telah dua kali memfasilitasi pertemuan antara pihak desa angkatan udara. Pada pertemuan pertama, tidak hadir. Namun, pada kesempatan kedua, kedua belah pihak hadir dan menghasilkan berita acara bahwa tanah Karang Papak merupakan tanah negara. Meski demikian, kesepakatan final belum dicapai.
“Kami menunggu proses lanjutan agar desa bisa mengajukan sertifikat Pengelolaan Aset Desa. Harapannya ke depan tanah Karang Papak bisa dikelola secara resmi oleh desa, bukan menjadi lahan sengketa berkepanjangan,” pungkasnya.***Willy/Red