deJurnal, Banjar,- Kepedulian sosial dan rasa kemanusiaan ditunjukkan oleh pengusaha koi asal Bandung, Hartono Soekwanto, yang turun langsung membantu warga kurang mampu di Kota Banjar.
Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), Hartono membangun rumah baru bagi keluarga miskin di Dusun Cibeureum, Desa Balokang, yang hidup dalam kondisi sangat memprihatinkan.
Rumah sederhana itu sebelumnya dihuni oleh 11 orang anggota keluarga dalam ruang sempit, tanpa kamar mandi, dan dalam kondisi hampir roboh. Melihat situasi tersebut, Hartono mengaku tak sanggup menahan haru dan langsung memutuskan untuk memberikan bantuan pembangunan rumah baru secara penuh.
“Saya benar-benar tidak tega. Coba lihat sendiri kondisinya, 11 orang tinggal di rumah sekecil itu, tanpa toilet, tanpa fasilitas layak. Rumah itu bahkan tidak bisa direnovasi lagi, jadi kami putuskan bangun baru saja. Semua biayanya kami tanggung dari CSR perusahaan,” ujar Hartono, Rabu (22/10/2025).
Hartono menuturkan, kegiatan sosial tersebut merupakan wujud rasa syukur atas rezeki yang ia peroleh dari hasil usaha koi yang digelutinya selama puluhan tahun. Baginya, berbagi kebahagiaan kepada sesama adalah bentuk syukur paling nyata.
“Ini murni panggilan hati. Saya selalu diingatkan bahwa di bawah kita masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan. Jadi, setiap kali ada kesempatan, saya ingin berbagi dan membuat orang lain tersenyum,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada tim lapangan yang dipimpin oleh Anjar Asmara, yang telah bekerja cepat dan tepat sasaran.
Menurutnya, program tersebut tidak akan berhenti di Ciamis saja, melainkan akan terus dilanjutkan ke daerah lain dengan prinsip membantu yang paling membutuhkan.
“Sebelumnya kami sudah bangun rumah di Bandung, dan ini yang kedua di Ciamis. Selanjutnya kami akan terus bergerak. Program CSR ini bukan formalitas, tapi komitmen nyata untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” kata Hartono.
Selain aktif dalam kegiatan sosial, Hartono juga dikenal sebagai pelaku ekspor ikan koi asal Indonesia yang telah berpengalaman lebih dari dua dekade. Ia menilai potensi koi Indonesia sangat besar, namun terkendala oleh regulasi ekspor dan birokrasi perizinan yang masih rumit.
“Dua puluh tahun lalu, koi dari Blitar rutin dikirim ke Eropa. Tapi sejak ada hambatan regulasi dan kebijakan impor, pasar Eropa menutup aksesnya. Padahal kualitas koi Indonesia sudah luar biasa, banyak yang diincar pembeli luar negeri dan lolos standar lomba internasional,” jelasnya.
Hartono berharap Kementerian dan instansi terkait dapat lebih aktif turun ke lapangan untuk membantu para petani koi yang kesulitan mengurus dokumen perizinan.
“Petani koi itu kerja sampai subuh, jadi istrhatnya malam. Jadi mereka tidak sempat urus formulir ke kantor. Harusnya ada pendekatan jemput bola petugas dari kementerian turun langsung, bantu isi formulir, dan sederhanakan proses perizinannya,” tegasnya.
Hartono juga mengusulkan agar pusat perizinan dan pelayanan koi tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi bisa dibuka di beberapa daerah sentra koi seperti Blitar, Tulungagung, atau Sukabumi, agar petani lebih mudah mendapatkan pendampingan.
“Kalau ada center koi di daerah, petani bisa konsultasi langsung, tahu cara isi formulir, dan paham alur ekspor. Ini penting karena sebagian besar petani masih awam soal birokrasi online,” tambahnya.
Menurut Hartono, saat ini Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ikan koi, baik dari sisi kualitas maupun pasar. Kompetisi koi yang digelar hampir setiap dua minggu di berbagai daerah menjadi wadah bagi petani untuk menguji hasil breeding mereka.
“Koi Indonesia sudah banyak yang menjuarai lomba lokal hingga nasional. Kalau bisa kembali ekspor, nilainya dalam dolar, dan petani bisa menikmati hasil perjuangan mereka selama puluhan tahun,” katanya.
Hartono juga menilai bahwa dengan dukungan regulasi yang lebih ramah dan kemudahan birokrasi, industri koi Indonesia berpeluang bangkit dan bersaing di pasar internasional.
“Kita punya kualitas, punya semangat, tinggal bagaimana pemerintah mempermudah jalan. Kalau sinergi antara pelaku usaha, petani, dan pemerintah bisa kuat, saya yakin koi Indonesia bisa kembali berjaya di dunia,” imbuhnya
Ketua Jabar Bergerak Kota Banjar, Ari Faturrohman, mengatakan bahwa kegiatan pembangunan rumah layak huni tersebut terlaksana berkat kolaborasi dan semangat gotong royong berbagai pihak, termasuk Baznas dan para dermawan.
“Alhamdulillah, keluarga ini akan mendapat rumah layak huni. Baznas membantu sebesar Rp10 juta, dan sisanya sekitar Rp25 juta ditanggung oleh Pak Hartono, kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban keluarga tersebut,” ujar Ari.
Ari menambahkan, sinergi antara organisasi sosial, pengusaha, dan lembaga zakat menjadi bukti bahwa kebersamaan mampu menghadirkan perubahan nyata di tengah masyarakat.
“Kegiatan ini bukan sekadar pembangunan rumah, tetapi bentuk kepedulian dan cinta kasih terhadap sesama,” tuturnya
Sementara itu penerima bantuan, pasangan Kar’an (63) dan Tati (62), tak kuasa menahan haru saat menerima bantuan untuk membangun rumah. Selama ini, mereka hanya bekerja sebagai buruh kebun dengan penghasilan tidak menentu, sementara kondisi rumah semakin rusak dan bocor di mana-mana.
“Saya tidak pernah menyangka rumah kami akan direnovasi. Kalau hujan besar, kami hanya bisa berteduh di pojokan rumah yang bocor. Sekarang rasanya seperti mimpi bisa punya rumah yang layak,” ungkap Kar’an.
Bagi Kar’an dan keluarganya, bantuan yang diterima bukan hanya tentang bangunan fisik, melainkan harapan baru untuk hidup lebih layak dan bermartabat.(Nay Sunarti)






