Dejurnal.com, Garut – Beberapa perusahaan media yang tergabung dalam Forum Komunikasi Media Siber (FKMS) merasa kecewa dan kesal. Pasalnya, sudah tiga kali ajukan audiensi dengan Sekda Garut gagal padahal rencananya audien tersebut guna membahas pelaksanaan teknis anggaran media TA. 2021-2022.
“Kita ajukan pertemuan dengan Sekda karena ada yang janggal dalam kebijakan anggaran untuk media di tahun 2021-2022, dimana salah satu Kabid Diskominfo Garut menyampaikan di audiensi dengan DPRD Garut terkait anggaran untuk 70 Perusahan Media di Kabupaten Garut namun tak ada kejelasan,” papar Koordinator FKSM, Y. Sitorus.
Menurutnya, kejanggalan itu tak adanya kejelasan 70 perusahaan media itu yang mana dan lebih anehnya diberi berdasarkan proposal. “Hari ini kali ketiga gagal lagi untuk menyampaikan aspirasi kita dari FKMS ke Sekretaris Daerah, pertama di DPRD, Kedua diwakili Asda 3 dan hari ini diwakili Staff Ahli,” tandasnya.
Ditambah lagi, diwakili staf ahli dan pihak SKPD yang diundang juga tidak hadir baik itu BAPPEDA, BPKAD, Inspektorat, bahkan yang lebih utama Diskominfo, ini menjadi catatan kita.
“Kata Staff Ahli, katanya Pa Sekda tidak bisa hadir karena ada acara, itu terima kunjungan IPDN, begitu juga dengan Inspektorat,” katanya.
Menurut Y. Sitorus, FKMS bersikukuh ingin membahas teknis yang sudah dilakukan dengan Sekda terkait anggaran Media Rp 600 juta TA. 2022, dan sekitar Rp 1,3 Miliar pada TA. 2021. “Ini yang perlu dijelaskan, media mana saja yang menerima, jangan sampai ada Perusahaan Media fiktif atau topengan?” tandasnya.
Ketika ditanya audensi yang menjadi pilihan, Y. Sitorus menegaskan karena konfirmasi baik ke Kabid, Sekdis dan Kadis tidak memberikan jawaban yang terang benderang seakan ada yang disembunyikan.
“Kita butuh kejelasan, jangan sampai perusahaan media ini jadi kambing hitam telah terima anggaran namun tak pernah ada bukti konkrit medianya yang mana, mekanismenya seperti apa, apa iya perusahaan media yang berbadan hukum PT ajukan proposal ke pemda?” ujarnya.
Lanjut Y. Sitorus, ketidakterbukaan Diskominfo Garut justru menciptakan kecurigaan adanya perusahaan atau lembaga yang mendapatkan anggaran padahal bukan perusahaan media dan tidak ada produk karya jurnalistiknya. “Ini yang bisa menjadi persoalan dan bisa dilaporkan ke aparat penegak hukum,” pungkasnya.***Red