Dejurnal, Ciamis – Leuwi Pamipiran di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sadananya, Kabupaten Ciamis, kian mengukuhkan diri sebagai destinasi wisata unggulan yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga sarat dengan nilai tradisi, religi, dan cerita mistis yang melekat dalam keseharian masyarakat setempat.
Objek wisata yang dikelola Kelompok Bubuay Ligar tersebut berada di aliran Sungai Cipanyesehan. Kejernihan air, udara sejuk, serta panorama asri membuatnya ramai dikunjungi wisatawan dari dalam maupun luar daerah. Sejak resmi dibuka pada 2024, Leuwi Pamipiran tak sekadar menghadirkan wisata alam, tetapi juga menjadi ruang pelestarian kearifan lokal dan spiritual masyarakat.

Muslihudin, Ketua Kelompok Bubuay Ligar, menjelaskan bahwa nama Pamipiran berasal dari kebiasaan masyarakat dahulu kala.
“Karena derasnya arus sungai, warga yang hendak menyeberang terpaksa berjalan menyusuri tepian (mipir dalam bahasa Sunda). Dari situlah muncul sebutan Leuwi Pamipiran,” ujarnya
Muslihudin menerangkan untuk aliran Sungai Cipanyesehan sendiri menyimpan kisah turun-temurun tentang Nyai Dewi yang melahirkan di sekitar wilayah tersebut.
“Di aliran sungai inilah tempat Dewi tersebut mencuci kain bekas kelahiran, kisah itu kemudian menjadi bagian dari kearifan lokal warga Tanjungsari hingga kini dan dinamakan Sungai Cipanyeuseuhan,” terangnya Sabtu (06/09/2025)
Muslihudin menerangkan Leuwih Pamipiran tidak hanya sebagai obyek wisata alam, tetapi masih lekat terhubung dengan tradisi religi masyarakat.
“Lokasi ini dekat dengan makam keramat Kiai Tanjungsari, yang menjadi tujuan peziarah dari berbagai daerah. Bahkan, aliran air dari sisi kiri Leuwi diyakini berasal dari makam keramat tersebut dan dipercaya dapat menjadi media penyembuhan,” jelasnya.
Dikatakan Muslihudin setiap hari Jumat, kawasan ditutup sementara. Hal tersebut mengikuti pesan para sesepuh agar alam diberi kesempatan untuk “beristirahat” pada hari yang dianggap penuh berkah.
“Riwayat lain juga menyebutkan bahwa sesepuh dahulu pernah menuturkan akan muncul mata air yang disamakan dengan Zamzam di Dusun Sukawening,” tuturnya
Muslihudin menambahkan keyakinan tersebut kerap dikaitkan dengan pengalaman mistis pengunjung, bahkan adawarga Tasikmalaya yang sempat lumpuh lalu bisa berjalan kembali setelah berendam di sungai selama beberapa jam.
Dikatakan Muslihudin dengan tiket masuk Rp5.000 per orang dan parkir Rp3.000, Leuwi Pamipiran mampu menyedot ratusan wisatawan setiap akhir pekan. Kehadiran wisatawan tersebut memberi dampak ekonomi bagi warga, mulai dari warung kecil, jasa ojek, hingga penyedia lahan parkir.
Menariknya, kelompok pengelola bersama warga juga berinisiatif membangun kincir air untuk pembangkit listrik sederhana di area wisata.
“Langkah ini dilakukan karena jaringan PLN belum menjangkau kawasan Leuwi Pamipiran. Kincir air tersebut kini menjadi penopang kebutuhan listrik dasar di lokasi wisata, sekaligus bukti nyata kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi alam,” jelas Muslihudin.
Lebih lanjut Muslihudin menyebutkan bahwa sinergi antara pengelola, Perhutani, pemerintah desa, dan para ulama menjadi kunci berkembangnya kawasan ini.
“Alhamdulillah, Leuwi Pamipiran kini menjadi aset bersama. Kami berharap sinergi ini terus terjalin agar kawasan semakin maju dan menjadi kebanggaan Ciamis,” ungkapnya.
Rusdiana, perwakilan Perhutani, menambahkan bahwa pengelolaan Leuwi Pamipiran mengacu pada Peraturan Direksi Nomor 21 Tahun 2023 dengan pola kemitraan. “Sinergi ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tapi juga menjaga kearifan lokal yang sudah turun-temurun,” katanya.
Rusdiana menegaskan bahwa kolaborasi Perhutani dengan masyarakat di Leuwi Pamipiran terjalin dengan sangat baik.
“Ini contoh destinasi wisata hasil kolaborasi Perhutani dan masyarakat yang tumbuh sehat tanpa banyak permasalahan. Justru dari kolaborasi inilah muncul semangat gotong royong sehingga Leuwi Pamipiran bisa berkembang pesat,” ujarnya.
Ke depan, pemerintah desa bersama Perhutani dan pengelola berencana menjadikan Tanjungsari sebagai desa wisata terpadu.
“Konsep yang disiapkan meliputi perbaikan akses jalan, pembangunan bumi perkemahan, arboretum hutan pendidikan, hingga wahana air,” terang Rusdiana
Meski akses menuju lokasi masih menjadi tantangan, terutama bagi kendaraan roda empat, semangat masyarakat untuk terus mengembangkan Leuwi Pamipiran tidak surut.
“Potensinya luar biasa. Jika dikelola maksimal, Tanjungsari bisa menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Ciamis,” tutup Rusdiana (Nay Sunarti)