Dejurnal, Ciamis,- Proyek irigasi senilai Rp195 juta di Kelurahan Cigembor, Kecamatan Ciamis dengan pelaksana Tirta Barokah Cigembor, menuai kritik tajam.
Alih-alih memberi harapan baru bagi petani, pengerjaan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di jaringan Cipalih/Nagawiru tersebut justru memunculkan tanda tanya besar soal kualitas dan tata kelolanya.
Material pasir terlihat bercampur lumpur, semen yang dipakai tak konsisten, hingga papan proyek terpasang terbalik. Sejumlah warga khawatir hasil pekerjaan akan cepat rusak meski menelan dana APBN 2025 ratusan juta rupiah.
Sejak awal pengerjaan, masyarakat setempat sudah meragukan mutu proyek. Pasir yang dipakai keruh bercampur lumpur, sementara metode pencampuran semen dianggap gegabah.
Perlu diketahui P3-TGAI merupakan program pemerintah pusat yang dirancang untuk memperbaiki dan merehabilitasi jaringan irigasi dengan melibatkan partisipasi petani. Harapannya, distribusi air ke sawah lebih lancar, hasil pertanian meningkat, sekaligus membuka lapangan kerja tambahan di desa. Namun, pelaksanaan di lapangan seringkali mendapat sorotan, termasuk di Cigembor ini.
KY, salah seorang warga, mencontohkan campuran adukan dalam satu kulak (2×2 meter dengan ketinggian 20 cm) hanya diberi setengah sak semen kualitas rendah.
“Awalnya memang pakai semen bermerek standar, tapi di tengah jalan berganti jadi semen murah. Kalau begini, bangunan irigasi bisa cepat rusak,” tegasnya.
Menurut KY, konsistensi material dalam suatu bangunan merupakan kunci kekuatan dan keawetan apalagi untuk fasilitas publik harus benar ketahanannya.
“Kalau sejak awal sudah tidak sesuai standar, jangan harap manfaat besar dari program ini bisa dirasakan petani,” tambah KY.
Tak hanya soal mutu, tata kelola proyek pun dianggap asal-asalan. Warga mendapati tumpukan semen disimpan di WC umum di area Ruang Terbuka Hijau (RTH) depan Sirkuit BMX.
Bahkan papan proyek yang seharusnya menjadi sarana transparansi malah dipasang terbalik menghadap pesawahan sehingga tidak terbaca oleh masyarakat.
“Ini fasilitas publik, jangan sampai dijadikan gudang material. WC umum untuk pengunjung, bukan tempat nyimpen semen. Papan proyek juga harus dipasang jelas supaya masyarakat tahu anggarannya,” ujar seorang warga lain.
Kondisi tersebut dinilai memperlihatkan lemahnya pengawasan sekaligus kurangnya tanggung jawab pelaksana proyek.
“Kalau dibiarkan, bisa jadi hasilnya asal-asalan dan anggaran besar hanya terbuang sia-sia,” tambahnya.
Warga berharap pengawasan dari pemerintah lebih ketat agar dana APBN ratusan juta benar-benar berdampak nyata, bukan hanya sekadar proyek yang cepat rusak.
“Kalau kualitasnya asal, apa manfaatnya buat petani? Uangnya besar, dari rakyat juga. Jangan sampai irigasi ini jadi monumen setengah umur,” pungkas warga.
Slamet, Ketua Kelompok Tirta Barokah Cigembor sekaligus pelaksana proyek, tak menampik adanya kekurangan. Ia menyebut papan proyek kini sudah diperbaiki dan material yang sebelumnya ditaruh di WC umum sudah dipindahkan.
“Sekarang WC bisa digunakan lagi. Mohon maklum, kami tidak punya direksi kit. Terima kasih sudah diingatkan,” katanya.
Namun, soal kualitas campuran material, Slamet menegaskan semua dilakukan berdasarkan arahan pendamping dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy.
“Saya hanya menjalankan instruksi. Kalau mau detail, silakan tanya langsung ke pengawas Bu Dini,” jelasnya.
Saat dihubungi melalui telepon pengawas proyek Dini menolak untuk berkomentar banyak.
“Maaf saya lagi nyetir, nanti saja hari Senin,” jawabnya singkat. (Nay Sunarti)