Ciamis, deJurnal,- Di tengah pesatnya arus digitalisasi yang memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia tata rias pengantin, Harpi Melati Kabupaten Ciamis tetap berkomitmen untuk tetap menjaga pakem dan nilai luhur rias pengantin tradisional Nusantara sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
Ketua Harpi Melati Kabupaten Ciamis, Hj. Asri Wulandari Sarif, menyebut Harpi Melati hadir sebagai wadah strategis bagi para perias pengantin untuk tidak sekadar mengikuti tren modern yang viral di media digital, tetapi tetap berpijak pada nilai-nilai budaya lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.
“Perkembangan digital memang membuka akses luas terhadap tren rias pengantin modern. Namun, jika tidak diimbangi dengan penguatan pakem, budaya lokal bisa tergerus. Di sinilah peran Harpi Melati menjadi sangat penting,” ujarnya saat diwawancarai di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, Senin (15/12/2025).
Ia menegaskan, Harpi Melati Ciamis secara konsisten mendorong anggotanya untuk menjaga keaslian tata rias pengantin tradisional melalui berbagai program pembinaan berkelanjutan.
Kegiatan tersebut meliputi pelatihan, seminar, workshop, hingga lomba yang berorientasi pada penguatan identitas budaya.
Menurut Hj. Asri, dalam setiap kegiatan, Harpi Melati Ciamis lebih mengutamakan menghadirkan narasumber dari perias dalam negeri yang memiliki komitmen kuat terhadap pelestarian rias pengantin Nusantara.
“Kami ingin memastikan rias pengantin tradisional tetap relevan, memiliki pasar, dan diminati masyarakat. Fokus kami bukan sekadar mengikuti tren luar, tetapi menjaga akar budaya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa program pembinaan anggota dilaksanakan secara rutin setiap tahun, sementara pelantikan kepengurusan Harpi Melati dilakukan setiap lima tahun sekali.
“Keberlanjutan program ini dinilai penting untuk menjaga konsistensi regenerasi dan kualitas perias pengantin berbasis budaya,” tuturnya.
Dikatakan Asri salah satu perhatian utama Harpi Melati Ciamis saat ini adalah mendekatkan nilai-nilai tata rias pengantin tradisional kepada generasi Z. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan edukatif dan kreatif agar generasi muda tidak memandang rias tradisional sebagai sesuatu yang kaku atau kuno.
Menanggapi anggapan bahwa rias pengantin berbasis budaya memerlukan biaya lebih mahal dibandingkan rias modern, Hj. Asri menilai hal tersebut tidak sepenuhnya benar.
“Semua kembali pada konsep dan cara pengemasan. Rias pengantin tradisional justru bisa tampil sederhana dan terjangkau jika dipasarkan dengan tepat. Yang terpenting adalah edukasi agar masyarakat memahami nilai dan keindahannya,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Harpi Melati Ciamis terus menggencarkan edukasi publik melalui seminar, sosialisasi, dan kegiatan budaya lainnya.
“Harapannya, melalui edukasi, sosialisasi masyarakat semakin mengenal, mencintai, dan bangga menggunakan tata rias pengantin tradisional sebagai cerminan jati diri bangsa di tengah era digital,” pungkasnya. (Nay Sunarti)












