Dejurnal.com, Garut – Pasca ditemukannya Muhammad Gibran Arrasyid, pendaki remaja yang hilang di Gunung Guntur selama enam hari membuat nama Gunung Guntur menjadi perhatian publik.
Muhammad Gibran Arrasyid (14) sendiri ternyata bukan orang pertama yang mengalami kejadian aneh bahkan hilang saat mendaki di Gunung Guntur, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, tercatat sudah ada tiga pendaki lainnya yang mengalami nasib serupa dengannya.
Hal ini seperti yang disampaikan Ade Leji (55), Kuncen Gunung Guntur. Seperti kisah Gibran, Ade Leji mengungkapkan, tiga pendaki lainnya berhasil ditemukan dengan kisah-kisah mereka sendiri.
“Sudah tiga kali ada yang hilang di Guntur, tapi alhamdulillah semua atas kehendak Allah mereka bisa ditemukan selamat,” ungkap Ade Leji, Sabtu (25/9/2021) seperti dikutip dari TribunJabar, Minggu (26/9/2021).
Dalam beberapa literatur, Gunung Guntur diketahui sebagai sebuah gunung berapi bertipe stratovolcano yang terdapat di Kelurahan Pananjung dan Desa Pasawahan, Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dan memiliki ketinggian 2.249 meter dpl.
Menurut catatan, Gunung Guntur pernah menjadi gunung berapi paling aktif di Pulau Jawa pada dekade 1800-an. Namun, sejak itu aktivitasnya kembali menurun. Erupsinya pada umumnya disertai dengan lelehan lava, lapili dan objek material lainnya. Erupsi Gunung Guntur yang tercatat adalah pada tahun 1847, 1843, 1841, 1840, 1836, 1834-35, 1833, 1832, 1832, 1829, 1828, 1827, 1825, 1818, 1816, 1815, 1809, 1807, 1803, 1800, 1780, 1777, 1690.
Keberadaan Gunung Guntur berdekatan dengan gunung-gunung lainnya yang mengelilingi kota Garut. Di sebelah selatan Gunung Guntur, ada Gunung Putri yang berhadapan dengan Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan, kemudian di sebelah barat ada Gunung Masigit, Gunung Parupuyan, dan gunung lainnya.
Di sekitar kaki Gunung Guntur tepatnya di daerah Kecamatan Tarogong Kaler ada banyak hotel dan penginapan dengan dilengkapi fasilitas pemandian air panas yang sumber air panasnya didapatkan dari Gunung Guntur.
Gunung Guntur sendiri mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Mayoritas area di Gunung Guntur berstatus cagar alam.
Sejak tahun 1979, Gunung Guntur sudah ditetapkan statusnya menjadi cagar alam oleh Kementrian Pertanian dengan SK 170/KptsUm/3/1979. Lalu, pada tahun 1990, diadakan perluasan cagar alam dengan SK 110/Kpts-II/1990. Terakhir, pada tahun 1994, penetapan ini diperbaharui lagi oleh Kementrian Kehutanan dengan SK 433/Kpts-II/1994.
Walau begitu, Gunung Guntur tetap menjadi bagian dari Cagar Alam Kamojang hingga saat ini. Gunung yang disebut-sebut sebagai miniaturnya Gunung Semeru itu memiliki banyak kisah tersendiri.
Jika mendaki sampai di puncak Gunung Guntur terdapat kaldera yang sangat besar dan dalam yang berasal dari bekas letusan. Karakteristik Gunung Guntur umumnya berpasir sehingga tidak banyak ditumbuhi tanaman dan tampak gersang. Sebagian kawasan banyak ditumbuhi dengan ilalang dan terlihat seperti padang savana.
Di puncak Gunung Guntur hanya ada beberapa tanaman cantigi yang tumbuh. Selain cantigi, pohon pinus lebih banyak tumbuh di gunung ini.
Gunung Guntur mulai ramai didaki oleh para pendaki gunung mulai tahun 2013-an, para pendaki ini datang dari berbagai daerah luar Kabupaten Garut dan jumlah pendaki semakin bertambah hingga saat ini. Seiring perjalanan waktu, sepanjang jalur pendakian, mulai banyak warung-warung utamanya di tiap pos pendakian. ***Red/Adesya