Dejurnal.com, Garut – Pemberhentian tiga Direksi Perumda Air Minum (PDAM) Tirta Intan pada Jumat, 9 Mei 2025 oleh Bupati Garut, Dr. Ir. H. Abdusy Syakur Amin mengejutkan serta menimbulkan reaksi dan tanggapan dari publik.
Pengamat Kebijakan dan Informasi Strategis (PAKIS), Galih F Qurbany berpendapat bahwa keputusan Bupati Garut memberhentikan Direksi merupakan langkah rasional dan progresif. Rasional di tengah bergulirnya isu mendorong pansus dan progresif untuk mencegah terjadinya kegagalan yang lebih sistemik.
“PDAM Tirta Intan selama ini dipandang bukan hanya lamban, tapi juga sudah gagal berkembang secara struktural. Selama lima tahun terakhir, tak ada satu pun indikator yang menunjukkan transformasi signifikan,” tandas Galih melalui rilis yang diterima dejurnal.com, Sabtu (10/5/2025).
Berdasarkan data dan realitas kinerja BUMD yand diterima, Galih mengungkapkan bahwa hingga tahun 2024, cakupan layanan PDAM Tirta Intan baru menyentuh sekitar 62.000 (9.18%) sambungan rumah (SR) dari total potensi 275.000 atau 40% dari jumlah total Rumah Tangga (KK) di Kabupaten Garut yang berjumlah sekitar ± 700.000 KK. Jika menggunakan standar nasional, untuk mencapai potensi, maka PDAM Tirta Intan masih perlu 203.000 SR dapat terlayani.
“Dari sepuluh rumah di Garut, hanya satu yang mendapatkan akses air bersih dari PDAM. Sembilan lainnya menggali sumur, mengandalkan sumber alam liar, atau membeli air kemasan. Ini bukan sekadar ketimpangan layanan, ini kegagalan layanan publik yang akut,” tegasnya.
Selain layanan, Galih juga menyoroti tingginya tingkat kehilangan air atau Non-Revenue Water (NRW) yang mencapai nilai 36 hingga 40 persen, sementara batas maksimal standar nasional menetapkan NRW di angka 20 persen.
“Bayangkan, hampir separuh dari air yang diproduksi tidak sampai ke masyarakat, bisa jadi hilang karena kebocoran, pencurian, atau buruknya sistem distribusi. Jika dikalkulasikan, PDAM kehilangan sekitar 5,9 juta meter kubik air per tahun yang setara dengan kerugian lebih dari Rp 23 miliar setiap tahun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Galih mengungkapkan bahwa secara keuangan PDAM Tirta Intan selama enam tahun berturut-turut tidak pernah menunjukkan indikator keberlanjutan usaha (going concern) yang sehat. Berdasarkan analisis Springate Model, skor tahun 2024 hanya mencapai 0,72, jauh di bawah ambang batas 0,862 yang menunjukkan kelayakan finansial sebuah perusahaan.
“Kalau kita pakai indikator yang sama seperti badan usaha profesional, PDAM Garut ini sudah masuk kategori pasien kronis. Bertahan hidup, tapi tanpa arah,” ujarnya.
Menurut Galih di tengah semua indikator negatif tersebut, langkah Bupati Syakur memberhentikan direksi merupakan langkah tegas, justru akan menjadi kesalahan besar jika kepala daerah tetap membiarkan kondisi stagnan tersebut.
“Kepemimpinan itu soal keberanian mengambil keputusan sulit. Jika Syakur tidak bertindak, justru publik harus mempertanyakan integritasnya,” tandasnya.
Terkait tudingan yang menyebut pencopotan direksi sebagai bentuk politisasi atau bagi-bagi kekuasaan, Galih menyebutkan bahwa hal itu terbantahkan dengan sendirinya karena pengganti Direksi, Bupati Syakur telah menunjuk Nia Gania dari Dewan Pengawas sebagai Pelaksana Tugas (Plt) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Organ dan Kepegawaian Badan Usaha Milik Daerah Air Minum, Pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal terjadi kekosongan jabatan seluruh anggota Direksi, pelaksanaan tugas pengurusan BUMD dilaksanakan oleh Dewan Pengawas atau Komisaris.
Baca juga :
13 Miliar Program SPAM DAK Tahun 2024, Berapa Alokasi Untuk PDAM Tirta Intan Garut?
Terkait Polemik Proyek Cibolerang, Komisi III DPRD Garut Bakal Panggil PDAM Tirta Intan
“Langkah ini bersih, pengisian jabatan hanya bersifat sementara dan diisi oleh Dewan Pengawas yang telah lama bekerja di lingkungan PDAM. Tidak ada unsur politis, tidak ada orang luar sebagai pengganti apalagi tudingan bagi-bagi kekuasaan,” katanya.
Galih berharap, publik tidak terjebak dengan narasi negatif yang menyesatkan ketika Bupati Garut mengambil tindakan tegas untuk mereformasi BUMD agar layak dipercaya publik.
“Air bersih itu hak dasar warga negara, jika PDAM yang seharusnya menjamin hak itu justru mandek, maka sudah waktunya dibersihkan, dan itu yang sedang dilakukan Bupati Syakur,” tegasnya.
Galih justru mengajak masyarakat Garut untuk mengawal seleksi pemilihan dewan direksi yang akan dibuka nanti agar tidak jadi ajang politik balas budi atau bagi-bagi kekuasaan.
“Ayo, semua warga negara berhak untuk mengikuti seleksi sepanjang memenuhi persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan, baik dari kalangan profesional, mantan tim pemenangan, ataupun pengurus partai politik, mangga diperbolehkan ikut serta, asalkan bersedia mundur dari kepengurusan partai politik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang penting adalah kompetensi dan integritas. Siapa pun yang memenuhi syarat dan siap bekerja profesional untuk membenahi PDAM, harus diberi kesempatan yang sama,” pungkasnya.***Red