Dejurnal.com, Bandung – Ketua Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat, Dr. H. Saepuloh, M.Pd., secara terbuka mengkritik sikap Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dinilai tidak berpihak dan bahkan memunculkan narasi negatif terhadap pondok pesantren.
Dalam sambutannya pada Musyawarah Besar Pondok Pesantren Se-Jawa Barat di Ponpes Sirnamiskin, Dr. Saepuloh menegaskan bahwa pondok pesantren bukan sekadar tempat belajar agama, melainkan pilar penting pendidikan karakter, penjaga akhlak bangsa, penopang ekonomi umat, dan penyelesai masalah sosial masyarakat.
“Pesantren bukan hanya lembaga keagamaan. Ia adalah institusi yang menyentuh langsung kehidupan rakyat. Tapi saat ini, mohon maaf, saya risih melihat sikap Pemprov Jawa Barat. Bukannya membangun dan mendukung pesantren, justru membangun opini publik yang memojokkan,” ungkap Saepuloh.
Ia menyesalkan munculnya framing negatif terhadap pesantren yang seolah-olah menjadi sarang masalah. “Kalau ada oknum pondok pesantren yang melanggar, ya diproses hukum saja. Jangan kemudian digeneralisasi. Jangan pesantren dikorbankan demi konten viral,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti ketimpangan dalam penyaluran bantuan dan hibah ke pesantren. “Kalau memang yang menerima bantuan itu hanya pondok itu-itu saja, maka yang perlu diperbaiki adalah regulasinya. Negara tidak boleh tunduk hanya pada jaringan politik tertentu,” ujar Saepuloh dengan nada tegas.
Tak hanya mengkritik, Saepuloh menyampaikan pesan langsung kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Wahai Bapak Gubernur yang terhormat, dulu sebelum terpilih, Bapak datang ke pesantren, sowan ke para kiai. Tapi setelah duduk di kursi kekuasaan, mengapa enggan melibatkan pesantren dalam membangun Jawa Barat yang istimewa? Apakah pesantren hanya dijadikan alat kampanye?” ucapnya tajam.
Mubes yang dihadiri ratusan pengasuh pesantren itupun menjadi panggung moral untuk menyatakan bahwa pesantren tidak akan diam. “Marilah kita bersuara, walau seperti menerjang ombak besar. Biarlah kita menjadi karang-karang kecil yang memecah gelombang itu agar tidak merusak pesisir nilai dan peradaban,” tutup Saepuloh, disambut takbir dari peserta.***Sopandi