Dejurnal.com, Garut – Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia menjadi momentum reflektif bagi banyak daerah. Namun di Garut, perayaan kemerdekaan justru memunculkan suara lantang bernada kritik. Ketua Umum Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut (DKKG), Irwan Hendarsyah, SE., atau yang akrab disapa Kang Jiwan, menegaskan bahwa Garut masih jauh dari kata merdeka dalam hal kebudayaan.
“Secara politik kita memang merdeka, tetapi secara budaya Garut masih terbelenggu. Tidak ada Perda, tidak ada Peraturan Bupati, tidak ada payung hukum maupun kebijakan anggaran yang jelas tentang pemajuan kebudayaan. Semua masih sebatas jargon dan seremoni,” tegas Kang Jiwan, Minggu (17/8/2025).
Menurutnya, Garut memiliki kekayaan budaya yang tidak hanya bernilai sejarah, tetapi juga bisa menjadi modal strategis pembangunan. Dari seni, tradisi, pengetahuan lokal, hingga produk turunan kebudayaan semuanya berpotensi menjadi penggerak pariwisata, membuka lapangan kerja, bahkan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, tanpa regulasi yang mengikat dan kebijakan yang berpihak, potensi itu hanya menjadi etalase kosong. “Selama pemerintah tidak punya keberanian melahirkan regulasi, budaya hanya akan terus dijadikan pelengkap pesta seremoni, bukan pilar pembangunan,” ucapnya keras.
DKKG menilai, ketiadaan kebijakan pemajuan kebudayaan merupakan cermin kegagalan visi pembangunan daerah. Garut disebut masih sibuk mengejar pembangunan fisik, sementara dimensi identitas kultural justru dibiarkan terpinggirkan. Padahal, di tengah arus globalisasi, kebudayaanlah yang menjadi penyangga jati diri dan pembuka peluang ekonomi baru.
“Jika arah pembangunan hanya terjebak pada betonisasi dan komersialisasi, maka Garut akan kehilangan wajahnya sendiri. Kita bisa saja maju secara infrastruktur, tapi tanpa budaya, kita hanyalah daerah tanpa identitas,” kritik Kang Jiwan.
DKKG Siap Jadi Motor Perubahan.
Menghadapi kenyataan ini, DKKG menyatakan siap mengambil peran strategis. Irwan menegaskan bahwa pihaknya tidak akan sekadar jadi pengamat, tetapi siap “membidani” lahirnya Perda dan Perbup Pemajuan Kebudayaan.
“Kami siap menyusun, mengawal, dan mendorong regulasi kebudayaan. Karena bicara kebudayaan bukan hanya nostalgia masa lalu, tapi juga strategi masa depan. Garut Hebat tidak akan pernah lahir jika budayanya tetap dipinggirkan,” tandasnya.
Tamparan untuk Pemerintah Daerah.
Seruan DKKG ini jelas menjadi tamparan keras bagi Pemkab Garut yang selama ini lebih sering memanfaatkan kebudayaan sebagai hiasan perayaan ketimbang menempatkannya sebagai fondasi pembangunan. Jika sikap abai ini terus berlanjut, Garut berisiko kehilangan arah, identitas, dan daya saing di tengah kompetisi antar daerah.
“Garut Hebat bukan sekadar tagline. Ia hanya bisa diwujudkan bila budaya benar-benar merdeka, punya regulasi kuat, kebijakan anggaran memadai, serta fasilitasi nyata. Tanpa itu, ‘Garut Hebat’ hanyalah ilusi belaka,” pungkas Irwan.**Willy