Dejurnal, Ciamis,- Kegiatan turnamen bola voli tingkat SMP/MTs se-Priangan Timur yang digelar SMK LPS Ciamis kembali menuai sorotan.
SMP Negeri 1 Cisaga untuk ketiga kalinya tidak diikutsertakan dalam ajang tahunan tersebut. Hal ini menimbulkan dugaan diskriminasi yang disampaikan langsung oleh pihak sekolah dan komite.
Guru olahraga SMPN 1 Cisaga, Herman Pujangga, menyatakan kekecewaannya atas keputusan panitia yang tidak memasukkan tim sekolahnya ke dalam daftar peserta turnamen tahun ini.
“Ini sudah periode ketiga kami tidak diikutsertakan tanpa alasan yang jelas. Padahal, pada penyelenggaraan pertama, tim voli putri SMPN 1 Cisaga berhasil menjadi juara dan memegang piala bergilir, sementara tim putra meraih posisi runner-up. Namun setelah itu, kami tidak pernah lagi diundang,” ujar Herman saat ditemui, Jumat (16/05/2025).
Herman mengungkapkan bahwa dalam rapat teknis (technical meeting), dilakukan pemungutan suara (voting) mengenai partisipasi SMPN 1 Cisaga. Hasilnya, mayoritas perwakilan sekolah menyatakan setuju. Namun, keputusan panitia tetap tidak mengakomodasi keikutsertaan mereka.
“Empat sekolah menyatakan setuju kami ikut, hanya satu yang menolak. Tapi entah mengapa keputusan tetap tidak berpihak pada kami. Lebih aneh lagi, sekolah dari luar daerah seperti Sumedang, Tasikmalaya, dan Pangandaran justru diterima tanpa kendala,” tambahnya.
Ketua Komite Sekolah SMPN 1 Cisaga, Uce Kurniawan, menyayangkan sikap panitia penyelenggara yang dinilainya tidak profesional dan tidak konsisten dengan semangat fair play dalam dunia olahraga pelajar.
“Ini sangat mengecewakan. Nama turnamen membawa embel-embel ‘se-Priangan Timur’, tetapi sekolah kami yang berada di wilayah Ciamis justru dikesampingkan. Hal ini tidak hanya membuat kecewa tetapi menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dari penyelenggara,” tegas Uce.
Uce menambahkan bahwa tindakan tersebut tidak terjadi di turnamen-turnamen lain yang berskala serupa.
“Kami diterima di MAN Margaharja, juga di Rancah. Hanya di SMK LPS Ciamis kami mengalami penolakan berkali-kali,” katanya.
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Cisaga, Ujang Solihat Muslih, turut menyuarakan kekecewaannya atas keputusan panitia yang dianggap tidak adil.
“Ini turnamen olahraga pelajar, bukan seleksi berdasarkan status atau gengsi. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah karena sekolah lain merasa ‘tidak selevel’ dengan kami. Padahal semangat pendidikan olahraga itu bukan soal juara atau level, melainkan pengembangan karakter, keterampilan, dan pengalaman siswa,” ujarnya.
Menurut Ujang, olahraga di tingkat pelajar seharusnya menjadi ajang pembelajaran dan evaluasi bagi siswa, bukan kompetisi eksklusif yang sarat diskriminasi.
“Kami tidak mencari piala. Tujuan kami agar siswa bertumbuh, belajar sportivitas, dan mendapat pengalaman. Itu yang seharusnya menjadi makna utama turnamen pelajar,” tuturnya.
Terpisah, Kepala SMK LPS Ciamis, H. Didin Asopwan, M.Pd, akhirnya angkat bicara. Melalui sambungan telepon, Didin menegaskan bahwa event tersebut merupakan agenda tahunan yang bukan hanya bertujuan menjaring bakat olahraga, tetapi juga menjadi sarana promosi sekolah kepada siswa tingkat SMP dan MTs.
“Turnamen ini sudah menjadi bagian dari program rutin sekolah kami. Selain sebagai ajang kompetisi, ini juga merupakan sarana untuk memperkenalkan SMK LPS kepada siswa-siswi SMP/MTs di wilayah Priangan Timur,” ujarnya.
Didin menjelaskan bahwa setiap keputusan terkait peserta melalui forum rapat teknis (technical meeting) yang diikuti oleh perwakilan dari sekolah-sekolah calon peserta dan keputusan diambil secara kolektif sesuai hasil diskusi dalam forum tersebut.
“Terkait polemik tidak terlibatnya SMPN 1 Cisaga, hal itu merupakan hasil dari pembahasan di technical meeting. Namun saya memahami kekecewaan pihak SMPN 1 Cisaga dan sebagai kepala sekolah, saya memastikan mereka akan kami libatkan kembali tahun depan,” pungkasnya. (Nay Sunarti)