Ciamis, deJurnal,- Pemerintah Kabupaten Ciamis menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur pertanian, khususnya irigasi dan proyek strategis Leuwi Keris, tidak boleh berhenti pada pencapaian fisik semata.
Manfaat nyata bagi petani menjadi ukuran utama keberhasilan, bukan besarnya anggaran atau jumlah titik pembangunan.
Hal tersebut disampaikan Bupati Ciamis Dr. H. Herdiat Sunarya dalam kegiatan penyerahan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) kepada kelompok tani di Aula Gedung Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (PKP) Kabupaten Ciamis, Jumat (19/12/2025).
Dalam forum yang turut dihadiri Kepala BBWS Citanduy yang baru, Roy Panagom Pardede, S.T., M.Tech., Bupati Herdiat secara terbuka menyoroti keberadaan 52 titik irigasi yang dibangun pada tahun ini agar tidak bernasib sama dengan sejumlah proyek sebelumnya yang dinilai belum berdampak signifikan.
“Tahun ini ada 52 titik irigasi. Angkanya besar. Tapi yang paling penting bukan jumlahnya, melainkan apakah benar-benar dirasakan petani. Jangan sampai irigasi dibangun, tapi sawah tetap kebanjiran saat hujan dan kekeringan saat kemarau,” tegas Herdiat.
Ia mengungkapkan fakta lapangan bahwa masih terdapat wilayah di Ciamis yang mengalami kondisi ekstrem. Hujan beberapa hari memicu banjir, namun kemarau singkat langsung menyebabkan kekeringan.
Menurut Herdiat, kondisi tersebut menjadi indikator bahwa persoalan irigasi tidak hanya soal infrastruktur, melainkan lemahnya tata kelola dan keberlanjutan fungsi.
“Kalau hujan seminggu banjir, kemarau dua hari kering, berarti ada yang tidak beres. Jangan sampai rakyat hanya kebagian dampak buruknya,” ujarnya.
Kritik tajam diarahkan Herdiat pada pemanfaatan Leuwi Keris yang hingga kini dinilai belum optimal, meskipun telah menyerap anggaran negara dalam jumlah sangat besar.
Herdiat menegaskan, proyek strategis nasional seharusnya berdampak langsung terhadap pertanian, pengendalian air, dan kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar berdiri megah tanpa fungsi maksimal.
“Anggarannya triliunan rupiah. Tapi sampai hari ini manfaatnya belum maksimal. Bahkan masih dipenuhi sampah. Ini harus kita evaluasi bersama. Negara tidak boleh rugi, rakyat apalagi,” tegasnya.
Selain aspek teknis, Herdiat juga mengkritisi serius persoalan sampah di kawasan Leuwi Keris yang dinilai mengganggu aliran air dan mencederai tujuan utama pembangunan irigasi.
Ia menilai ironi tersebut tidak sejalan dengan komitmen Ciamis sebagai daerah yang pernah meraih penghargaan kebersihan tingkat ASEAN.
“Kita ini sudah terbukti bisa menjaga kebersihan sampai dapat penghargaan ASEAN. Masa di kawasan strategis nasional justru penuh sampah. Ini ironi yang tidak boleh dibiarkan,” katanya.
Herdiat menjelaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi antara BBWS, pemerintah pusat, DPR RI, dinas teknis, hingga petani menjadi kunci agar infrastruktur benar-benar berfungsi.
Pembangunan irigasi tanpa kesiapan petani untuk memanfaatkan dan merawat sama saja dengan membangun proyek tanpa masa depan.
“Kalau tidak dikerjakan bersama-sama, tidak ada manfaatnya. Modal utama Ciamis bukan uang, tapi gotong royong,” ujarnya.
Terkait penyerahan alsintan, Bupati mengingatkan bahwa bantuan tersebut harus terintegrasi dengan ketersediaan air dan pengaturan pola tanam. Alsintan tanpa irigasi yang berfungsi dinilai hanya akan menjadi aset pasif.
Herdiat menyebutkan transisi bertahap menuju pertanian organik, merupakan solusi atas keterbatasan pupuk kimia bersubsidi sekaligus menjaga kesehatan tanah dalam jangka panjang.
Herdiat berharap kebijakan nasional percepatan ketahanan pangan menjadi momentum kebangkitan petani, bukan sekadar formalitas program.
“Pemerintah pusat sudah membuka jalan. Sekarang tugas kita memastikan program ini benar-benar mengubah kehidupan petani, bukan hanya jadi laporan kegiatan,” pungkasnya. (Nay Sunarti)














