Dejurnal.com, Garut – Meski dibawah guyuran hujan semangat Koalisi Mahasiswa Garut turun kejalan, bukan karena harus akan perhatian akan tetapi mereka sudah terlalu lama merasa diabaikan, itulah teriakan memekik suara mereka, datang ke gedung DPRD Garut, untuk menyuarakan suara rakyat dengan membawa kajian data dan membawa semangat perubahan Kabupaten Garut, kedepan.
Namun sayang seribu sayang bukannya mendapatkan dialog, melainkan penuh rasa kekecewaan, pasalnya satupun dari Anggota DPRD Kabupaten Garut, sedang tidak ada ditempat. Gedung Wakil Rakyat tersebut, justru kini menjelma bagaikan tembok, tebal tanpa penghuni, hanya air menggenang dihalaman gedung rakyat, seolah menjadi saksi bisu keambiguan aspirasi rakyat.
DPRD seharusnya itu menjadi jembatan rakyat dengan negara, bukanya menjadi tembok tebal dan membungkam aspirasi tentunya dengan sikap diam tidak hanya melukai nurani demokrasi akan tetapi ini sangat mencederai mandat perwakilan suara rakyat.
Dalam teori demokrasi perwakilan rakyat legitimasi kekuasaan lahir dari hubungan timbal balik antara wakil rakyat dan yang diwakilinya. Ketika wakil rakyat menolak hadir, menolak mendengar, dan menolak berdialog, maka yang terjadi merupakan krisis legitimasi politik.
Koalisi Mahasiswa Garut mengingatkan. kepada Anggota DPRD Kabupaten Garut, bahwa di dalam menjalankan kekuasaan tanpa mendengarkan “suara hati rakyat”. Ini bukanlah kekuasaan yang sah secara moral, meskipun sah secara prosedural.
Lebih jauh, pengabaian ini menunjukkan kegagalan DPRD Kabupaten Garut dalam menjalankan atas fungsi utamanya yaitu representasi, legislasi, dan pengawasan.
Ketidakhadiran anggota legislatif dalam merespons aspirasi publik, ini tentunya bukan persoalan teknis / administratif, melainkan sebuah pelanggaran terhadap tanggung jawab politik dan etika jabatan. Didalam konteks negara hukum tentunya pembiaran terhadap aspirasi rakyat jelas, merupakan bentuk pengingkaran prinsip akuntabilitas atas keterbukaan informasi publik, pemerintahan didalam pelayanan publik.
Menurut Dani Wijaya Kusuma, Kordinator Aksi dari Koalisi Mahasiswa Garut, yang juga merupakan Ketua Senat STHG.
“Kami menyesalkan atas sikap DPRD Kabupaten Garut yang memilih diam di tengah jeritan masyarakat, dengan diam wakil rakyat bukanlah sikap netral, tentu melainkan keberpihakan kepada status quo. Ketika rakyat bersuara dan wakilnya menghindar, maka demokrasi kehilangan makna substansialnya serta menyisakan prosedur tanpa jiwa “. Ujarnya selepas aksi dan orasi pembacaan maklumat.
Dani Wijaya menegaskan bahwa gerakan ini bukan gerakan destruktif. Ini adalah peringatan moral dan konstitusional, bahwa dimana kekuasaan tidak boleh dijalankan secara elitis dan tertutup. Pemerintahan yang baik (good governance) mensyaratkan perlu adanya partisipasi, transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas. Tanpa semua itu, pembangunan hanya akan melahirkan ketimpangan, ketidakadilan.
Oleh karena itu, kami Koalisi Mahasiswa Garut akan terus mengawal , mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh DPRD kabupaten Garut, dan kami Koalisi Mahasiswa Garut menuntut Kepada para Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Garut, mempertanggung jawabkan apa yang telah diucapkan dan apa yang telah diucapkan pada masyarakat Kabupaten Garut”. Pungkas Dani Wijaya Kusuma.***Yohaness













