Dejurnal.com, Bandung – Ada peribahasa Sunda uyah mah tara téés ka luhur atau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Peribahasa ini berlaku pada Cakra Adhi Sundaya, Putra kedua pasangan keluarga Asep Sandi dengan Nia Daniati yang lahir di Bandung 13 Mei 2013 (8 tahun) ini baru saja mengikuti Lomba Virtual Sabet Perang Wayang Golek Purwa Sunda Nasional dan masuk 5 besar.
Asep Sandi Kamajaya sang ayah, tentu saja bangga meski baru masuk 5 besar, namun di antara peserta lomba yang digelar Persatuan Pedalangan Indonesia (PERPADI) dalam moment peringatan Hari Wayang Sedunia ini Cakra merupakan dalang Cilik ter muda, peserta lainnya usianya 11 sampai 14 tahun.
Asep Sandi sendiri sebelum kini konsisten terjun di dunia pewayangan, ia pernah menjuarai festival dalang cilik piala kepresidenan tahun 1994, waktu usianya 11 tahun.
Asep tidak pernah mengarahkan ketiga anaknya untuk ikut jejak keluarga di dunia seni. Seperti Asep Kamajaya ayah Asep Sandi atau kakek Cakra salah satu murid Abah Sunarya Giri Harja, juga tidak mengarahkan dirinya untuk ikut jejak sang ayah. Semua mengalir begutu saja.
Mungkin darah seni kental mengalir di tubuh keluarga Asep Sandi, hingga ketiga anaknya akhirnya menyatu dalam kegiatan seni. Anak pertama Asep Sandi Citra Lestari (14 th) bersekolah di SMPN 1 Katapang, sering ikut tampil kawih dan menari, anak kedua Asep Cakra Adhika Sundaya, Sang Dalang Cilik masih kelas 2 di SDN Sukamukti 2, dan Anira Tinta (2, 5 tahun) .
Asep Sandi bertutur, ada kisah unik dibalik kelahiran putra keduanya, Cakra Adhika Sundaya. Saat itu sekitar tahun 2013, Asep Sandi sedang membina dalang cilik bernama Rangga Wiling Tiana,. Asep menyertakan Rangga pada festival dalang cilik Diasparbud Jawa Barat.
Saat itu istri Asep Sandi, Nia Daniati sedang mengandung 9 bulan anak kedua mereka. Ketika Asep Sandi sedang menunggu pengumuman juara festival Dalang Cilik di Padepokan Mayang Sunda Jalan Peta Bandung, berbarengan dengan diumumkannya bahwa juara festival Dalang Cilik Rangga Wiling Tiana dalang binaan Asep Sandi itu, anak kedua Asep Sandi dikabarkan lahir, yang kemudian kini Cakra Adhika Sundaya dalang cilik yang masuk 5 besar festival Sabet Perang Wayang Golek Purwa Sunda.
“Waktu jamnya juga bersamaan. Ini mungkin pertanda, hingga kini anak kedua saya Cakra Adhika Sundaya terlihat berbakat jadi dalang, ” katanya kata Asep Sandi.
Di Padepokan Giri Jinawi Raharja miliknya, di Desa Sulkamukti Katapang, Asep Sandi memgajar pedalangan kepada sekitar 30 dalang cilik. Tapi anehnya, aku Asep Sandi Cakra tidak bisa diarahkan. “Sekemaunya saja ia mengikuti latihan, tidak sebagaimana dalang-dalang cilik yang saya asuh. Ia justru lebih tertarik pada tari tokoh, seperti Gatot Gaca dan tokoh pewayangan lainnya, ” terang Asep.
Namun, kemudian Cakra mulai tertarik mendalang sekitar usia 3 tahunan. Di usia itu juga ia sudah hapal beberapa tokoh utama Pandawa, Hanoman, dan Gatot Gaca.
Asep mengaku, yang menonjol dari Cakra, biasanya kalau anak-anak agak sulit kena pada surupan atau nada. “Alhamdulillah Cakra itu nyurup, misalnya pada kakawen,” ujarnya.
Cakra sering ikut tampil dengan ayahnya. Jika Asep Sandi magelaran malam, maka ia siang harinya mengisi jeda di antara tampilan jaipongan, sedangkan sebagai juru kawihnya anak cikal Asep Sandi.
Kemudian dari usia 5-7 tahun Cakra mulai dibawa tampil di sela-sela pagelaran Asep. “Ya saya selingi pagelaran dengan penampilan Cakra setengah jam, tapi masih belum menggelarap cerita, masih berbentuk pagelaran yang sederhana, misalkan memainkan tokoh Gatot Gaca yang bertemu dengan tokoh buta dan berperang, komedi sedikit. Begitu aja,” kata Asep.
Sejak pandemi, terang Asep dirnya hampir 1, 5 tahun tidak manggung ke luar daerah. Otomatis kegiatan melatih anak-anak pun mulai berkurang. “Ya paling ada 10 orang yang kursus ngadalang. Yang jadwalnya hari Senin dan Kamis,” ujarnya.
Dengan berkurangnya melatih dalang cilik, Cakra pun jarang melihat sang ayah melatih. Apa lagi waktu sang ayah sering melatih pun Cakra tidak begitu fokus ikut latihan dengan sebayanya.
Makanya, ketika Cakra tertarik ikut Lomba Virtual Sabet Perang Wayang Golek Purwa Sunda Asep sedikit kaget, karena tak menyangka Cakra bisa berminat. Dan ketika hasilnya diumumkan tanggal 9 November 2021, Asep mengaku senang karena Cakra masuk 5 besar.
Bagi Cakra lomba yang diikutinya merupakan yang perdana. Lomba ini
tiap tahun dilaksanakan dalam moment peringatan Hari Wayang Sedunia.
Pada masa Asep Sandi kecil, ia beberapa kali menyabet juara vestifal dalang cilik, namun pada masa itu, kata Asep pesertanya masih sedikit, karena SDM-nyq. “Pesertanya paling 3 atau 4 orang, kalau sekarang lumayan. Karena dulu memang kekurngan sumber daya. Sedangkan sekarang peminat wayang cukup banyak, ” ungkap Asep saat dihubungi di Padepokan Giri Jinawi Raharja, Rabu (10/11/2021).
Asep Sandi mengaku bangga bisa masih berkiprah di kesenian Sunda. Ia tidak mengarap perhatian dari pemerintah berupa perhatian sumbangan atau pemberian materi sejenisnya, tetapi bisa ada pengakuan terhadap kiprah para seniman itu yang diharapkan. Umpamanya pemberian fasitas Gedong Budaya Sabilulungan dengan maksimal.
Ada kebanggaan tersendiri pula bagi Asep Sandi, ketika ia dapat sertifikat Dalang Dwijoworo (dalam pelatih dalang). Sertifikat di kemdikbud dengan nilai A+ se-Indonesia. Dari Jawa Barat Asep Sandi , dua orang lagi dari Cirebon dan Cimahi, sedangkan dari Jogja ada 4 orang.
Satu lagi yang membuat ia bangga, Satu-satunya Padepokan di Jawa Barat, Giri Jinawi Raharja khusus gambelannya didaftarkan akan tercatat di Unisco.
Di Padepokan Giri Jinawi ini, yang diajarkan Asep pada dalang cilik berupa tetekon pedalangan. Yang pertama Sabet atau garapan. ” Dari cabak gugunungan (wayang kayon), ngibing, tarung gerak, terus ke amardawalagu. Kan dalang itu harus nyurup pada suara tokoh, karena setiap tokoh dalam pewayangan itu ada nadanya masing masing dan kakawen, Sedangkan untuk cerita itu menyusul. Kalau cerita kan itu penjiwaan, ” tuturnya.
Sebenarnya kalau membicarakan tetekon, sambung Asep bukan hanya untuk dalang yang sudah madya atau mahir, karena tetekon itu bagian dasar seperti sabet, karena tidak mungkin ngadalang tidak pakai gerak.*** Sopandi