Dejurnal.com, Ciamis – Pengamat sosial kabupaten Ciamis Endin Lidinilah, M.Ag menyoroti Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kabupaten Ciamis tahun 2022 yang diduga tidak sesuai peruntukannya.
Endin meminta Satgas Pangan turun ke lapangan atau menindaklanjuti benar tidaknya dugaan ketidakberesan penyaluran beras Bulog yang ditebus para Mitra Bulog dan disalurkan ke masing – masing downlinenan (jaringan pemasaran).
“Jika benar beras Bulog program PSHP ini diselewengkan maka jelas itu melanggar hukum pidana,” ucapnya kepada dejurnal.com, Sabtu (11/3/2023).
Dikatakan Endin, kalau dugaan tersebut benar tidak sampai kepada konsumen dengan semestinya dan malah diolah sedemikian rupa untuk tujuan mendapatkan keuntungan lebih dari yang ditetapkan pemerintah yakni Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp. 9.450 per kilo gram (kg) untuk medium, maka bisa dikenakan pasal 8 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.” jelasnya
“Sanksi pidananya pun cukup berat jika perbuatan melawan hukum itu nantinya terbukti, pelaku bisa dipenjara paling lama 5 (Iima) tahun atau pidana denda sampai 2 Milyar seperti yang termuat pada pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen,” tambahnya.
Pada situasi inilah keberadaan Satgas Pangan baik yang dibentuk Pemerintahan Daerah Ciamis maupun satgas pangan yang berada di Polres Ciamis menjadi penting untuk memastikan ketersediaan, distribusi, dan stabilisasi harga supaya kebutuhan masyarakat terhadap beras terpenuhi dengan harga terjangkau.
Adanya dugaan pelanggaran pada pelaksanaan program SPHP beras oleh beberapa mitra Bulog di Ciamis yang dilansir beberapa media massa semestinya menjadi atensi dan informasi awal untuk ditindaklanjuti Satgas Pangan.
Karena pelanggaran tersebut berpotensi mengakibatkan beras tersebut tidak sampai kepada konsumen dengan semestinya sehingga stabilisasi harga yang menjadi salah satu tujuan program SPHP tidak tercapai.
Padahal, Program SPHP ini pada wilayah konteks dan inputnya sangat baik untuk melindungi masyarakat petani beras sekaligus melindungi masyarakat umum konsumen beras.
“Jelas ini sangat disayangkan, kalau pada tingkat prosesnya tidak berjalan baik,” sesalnya.
“Satgas semestinya lebih tegas untuk menegakkan norma hukum terkait para pelanggar program SPHP ini. Karena kalau tidak ada sanksi yang bersifat memaksa kepada para pelanggar, maka norma hukum itu akan berubah jadi norma moral atau etika saja. Tentu mengelola urusan ekonomi termasuk supply and demand beras dengan moralitas semata tidak efektif.
Jika program SPHP ini output dan outcomennya ingin tercapai maksimal, maka semua pihak yang terlibat didalamnya seyogyanya menjalankan tupoksinya masing-masing. Satu pihak saja keluar dari tupoksinya dan dibiarkan, maka akan mengganggu tercapainya stabilitas harga beras dan yang dirugikan adalah masyarakat pada umumnya,” pungkasnya.***Jepri Tio