Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa tentang masalah aliran sesat yang meresahkan umat dan menggoyahkan akidah. Tujuan MUI mengeluarkan fatwa agar pihak aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan di Indonesia (KH.Miftah Farid,”Aliran Sesat”, Pikiran Rakyat,7 Juni 2012).
Beliau mengatakan, berkembangnya aliran sesat bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, mencari hidayah Allah dengan cara salah,seperti bertapa dan merenung. Menurut Pak Miftah, Islam tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui saum, tahajud, dan dzikir. Justru ketika bertapa, kata Pak Miftah, setan akan lebih mudah masuk sampai-sampai ada orang yang mengaku menjadi nabi.
Terkait berkembangnya aliran sesat, menurut Pak Miftah, akibat ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan, dianggap suci. Jebakan setan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika do’a sering dikabulkan, makin banyak orang yang datang meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari penyakit maupun untuk hal-hal lain.
Dulu Pak Miftah sendiri sempat dimarahi ayahnya karena pernah beberapa kali mendo’akan orang agar sembuh dari penyakitnya dan ternyata benar-benar sembuh. Alasan ayahnya memarahi Pak Miftah karena hal tersebut dapat menjadikan ulama beralih profesi menjadi dukun serta dapat memudahkan iblis menggoda ulama untuk lebih mementingkan profesi perdukunannya daripada fungsi ulamanya.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ketika kita menghadapi permasalahan hidup jangan sampai terjebak mencari solusi membuat cukang lantaran (wasilah=perantara) dengan jalan yang salah (datang kepada dukun atau kepada paranormal menanyakan pernasiban atau menanyakan tentang ini dan itu) lalu meyakini apa yang dikatakan dukun atau si paranormal tersebut. Ini jelas kemusyrikan. Atau minta wirid kepada ajengan yang harus dibaca dengan jumlah tertentu. Perilaku semacam ini tergolong perbuatan syirik (minta kepada Allah dengann perantaraan dukun atau dengan cara mengamalkan wirid-wirid tertentu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah).
Cara memohon kepada Allah jangan melalui perantara, mediator, atau cukang lantaran. Langsung saja! Untuk “ bertemu” dengan Allah lebih mudah ketimbang kita ingin bertemu dengan pejabat negara. Untuk bisa bertemu dengan pejabat negara harus melalui prosedur birokrasi. Tidak halnya bertemu dengan Allah. Karena Allah Maha Mendengar, Maha Memberi, Maha Mengetahui apa yang menjadi keinginan kita. Mintalah langsung kepadaNya jangan memakai perantara atau cukang lantaran dukun, apalagi dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat (kuburan,sirah cai, makam wali,dsb). Hal tersebut merupakan kemusyrikan dan perbuatan tercela yang tergolong ke dalam dosa besar.
**
Supaya kita tidak terjebak kedalam perbuatan syirik, kuncinya harus memiliki ilmu. Terutama ilmu yang menyangkut tentang tata cara beribadah kepada Allah agar tidak tercela dan salah langkah. Meski dipahami bahwa kunci ibadah adalah ikhlas. Semata-mata hanya mengharap ridlo Allah. Jangan melakukan ibadah karena tergiur oleh khasiat dan fadlilah dari sebuah amalan. Semoga kita diberi hidayah oleh Allah SWT agar terhindar dari cara ibadah yang tercela dan tidak ikhlas. Baarakallaahu lii walakum.***
(Lili Guntur)