Dejurnal.com, Garut – Kasus yang menimpa salah satu pimpinan DPRD Kabupaten Garut yang berinisial E tengah menjadi pusat perhatian publik utamanya para aktivis di Kabupaten Garut.
Geliat dan respon para aktivis di Kabupaten Garut salah satunya dipandang pada sikap Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Garut terhadap kasus salah satu anggota DPRD Garut.
Sekjen GPII Kabupaten Garut Ade Burhanudin menilai Ketua Badan Kehormatan tidak konsisten terhadap pernyataan yang dibuatnya di salah satu media (13/05/2019) yang mengungkapkan bahwa saudara yang berinisil E telah melakukan pelanggaran kode etik dan moral.
“Pada media yang lain Ketua BK justru membantah mengeluarkn statement tersebut. Ada apa dengan BK ini? Seolah-olah tak perduli dengan nasib masyarakat Garut yang tengah menunggu kebijakan-kebijakan yang lebih bermoral dengan mengedepankan kepentingan umum daripada berbuat kebijakan, kini malah lambat mensikapi persoalan ini,” tuturnya.
Lanjut Ade, pelanggaran moral dan kode etik harus bisa diputuskan dengan cepat, sehingga tidak mengganggu terhadap kinerja para anggota DPRD yang lainya yang sedang fokus mencari solusi untuk penanganan wabah covid-19.
“Kami akan terus mendorong BK beserta pimpinn DPRD Garut untuk segera mengambil sikap terhadap perilaku yang tidak bermoral yang telah dilakukan oleh salah satu pimpinan DPRD yang berinisial E”. Pungkas Ade Burhanudin.
Sementara itu, KAMMI yang juga menyoroti kasus Wakil Ketua DPRD Kabupaten Garut dan merasa geram membaca informasi yang di terima.
“Pemberitaan tersebut sudah tersebar di berbagai media massa online dan media sosial seperti Facebook dan WhatsApp dan mencoreng nama Garut apalagi dilakukan sebagai wakil kita sebagai masyarakat sebagai dewan perwakilan. Yang semakin menarik sekaligus membuat masyarakat kecewa, inisial E merupakan pejabat publik yang seharusnya memberikan contoh yang baik ini malah sebaliknya,” tandas Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Garut Riana Abdul Azis melalui rilis yang diterima dejurnal.com, Kamis (14/5/2020).
KAMMI menilai contoh yang tidak baik dari seorang anggota dewan. Sungguh memprihatinkan, apalagi di situasi kondisi pademi seperti ini,
“Kalau dibiarkan akan seperti apa oknum anggota dewan ini. Rusak moral anak bangsa, dan akan menjadi kebiasan atau contoh yang buruk bagi dewan-dewan yang lainya,” tandasnya.
Menurut Rian biasa jadi oknum dewan ini bukan ahlinya sebagai peminpin maka dari itu berbohong, dan melakukan ancaman, tidak menghargai seorang perempuan adalah bibit korupsi dan kejahatan sosial. Apalagi dalam agama islampun sudah di tegaskan.
“Nabi bersabda: “setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhori),” kutipnya.
Lanjut Rian, seorang pemimpin harus bersifat amanah, sebab ia akan diserahi tanggungjawab. Jika pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, tentu yang terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak baik. Itulah mengapa nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun diakhirat.
Menurut Rian, KAMMI mengetahui kasus pelanggaran etika salah satu anggota DPRD Garut berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP B/393/V/2020/JABAR, tanggal 06 April 2020 tertulis nama pelapor DK, warga Garut yang berprofesi sebagai pegawai swasta. Sementara nama terlapornya atas nama salah satu Anggota DPRD Kabupaten Garut.
Staff Sosial Masyarakat KAMMI Garut Dede Sukandi menambahkan bahwa kasus ini termasuk dalam ruang dugaan pelanggaran moral dan etik sebagai anggota DPRD. Hal ini terlihat adanya pengakuan dari korban, yakni adanya perbuatan yang tidak benar.
“Yang mana memiliki hubungan gelap termasuk ada perbuatan yang dilakukan oleh E, tidak menghalang-halangi dalam melakukan aborsi,” ujarnya.
Dede berbicara terkait pelanggaran etik dan moral sebagai anggota DPRD, Badan Kehormatan (BK) DPRD Garut harus tegas jangan membiarkan dan menutup nutupi setelah di laporkan segera untuk di tindak.
“Pelaporan ke BK juga sudah dilayangkan dan laporannya sudah diterima pihak Setwan Kabupaten Garut, namun hinga saat ini hanya masih menjadi wacana toh dewannya juga tidak di pecat atau ditahan karena sudah jelas itu salahsatu bentuk pelanggaran terkait perbuatan etik dan moral serta dugaan ancaman pembunuhan memiliki bukti berupa rekaman suara telpon dan percakapan WhatsApps. Yang mana E, diduga telah melakukan pengancaman terhadap DT. Ada bukti suara dugaan ancaman yang dilontarkan oleh E, termasuk dengan kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan oleh seorang anggota DPRD Garut,” tuturnya.
Menurut Dede, KAMMI mendesak BK harus bersikap, kalau tidak ingin rakyat menjadi korban daripada kebijakan yang kurang bermoral, karena ada contoh yang tak baik. Lemahnya Etika Pejabat Publik, dikarenakan kurang tegas dan lambannya Badan Kehormatan (BK) Dewan dalam merespon Kegelisahan dan sumber informasi publik.
“Kammi Garut akan terus menanti sejauh mana hukum ditegakan apakah akan diwujudkannya pertanggungjawaban moral pejabat publik oleh Badan Kehormatan. pejabat publik negara khususnya di Garut harus segera memperbaiki moral politik dan etika pejabat publik,” pungkasnya.***Esha