Dejurnal.com, Garut – Kepala Desa Godog Kecamatan Karangpawitan merasa kecewa dan malu terhadap warganya. Pasalnya, dari ratusan data warganya yang diajukan bansos ke Kemensos yang datang cuma satu orang dan itu pun bukan usulan desa Godog.
Sementara warga mengganggap bahwa hal ini kerjaan perangkat desa, padahal data BST yang mengolah Pemda dan jika terjadi seperti ini Pemda kurang respon dalam menentukan sikap dan kebijakaan, sehingga dampaknya dirasakan oleh desa di lapangan sehingga terkadang menimbulkan konflik horisontal.
Pantauan dejurnal.com di lapangan, Desa Godog Kec. Karangpawitan saat pembagian dan penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kemensos, hanya satu warga masyarakat saja sebagai penerima BST dari usulan ratusan warga.
“Bagaimana saya terima, yang keluar cuma satu itu pun bukan warga yang berdasarkan usulan dari desa, kita mengusulkan ratusan, sebagaimana kriteria, jadi buat apa kita bekerja selama ini, makanya saya tolak,” Ungkap Kepala Desa Godog Kecamatan Karangpawitan, Ocep Sucipto.
Itu baru sekelumit pendataan, terkait
BST Kemensos dalam Covid-19, belum terkait Bantuan Gubernur Jawa Barat, banyak data yang tidak akurat sehingga mempengaruhi pola penyaluran, dan akhirnya untuk mencapai target. Dimana setiap kecamatan hanya menyediakan dua personil pegawai PT. Pos Indonesia untuk menyalurkan bantuan tiap warga masyarakat 421 Desa dan 22 Kelurahan di 42 Kecamatan se Kab. Garut yang akhirnya membuat bahan sembako ada yang busuk, berakibat terhambat dan terlambatnya sebelum waktu penyaluran.
“Ini yang menjadi permasalahan dilapangan kenapa bisa telat, karena disetiap kecamatan hanya 2 petugas dari PT. Pos Indonesia, kita dapat jatah untuk mobilisasi Rp. 400 ribu rupiah yang harus menyalurkan dan mendata barang,”
Berdasarkan pantauan Dejurnal.com, dari hulu sampai hilir, sejak bergulirnya program Bantuan Pangan Non Tunai ( BPNT ), sampai telah berubah judul Program Bahan Sembako ( PBS ) 2020. Masih menyisakan permasalahan baik Bank yang ditunjuk BNI – Perluasan Mandiri, Kartu Combo, Mesin EDC,TKSK, Suplaier, Agent, E – Waroeng, E-warung, KPM data yang tidak valid.
Menurut pihak Gudang Bulog Kab. Garut, ada beberapa Mitra Kerja Bulog namun hanya ada beberapa saja yang masih bekerja sama Mitra Bulog. Padahal berdasarkan data yang di terima oleh Dejurnal.com ada sekitar 47 Suplaiyer, sehingga menjadi awal terjadi pemicu kesenjangan, bahkan muncul adanya polemik yang terkesan saling sudut, sehingga terkesan adanya ketidak harmonisan bahkan menjadi lidikan APH.
Ditambah telah terjadinya permasalahan kesemrawutan agen dilapangan, lantas sejauh apa peran Pemda dan DPRD Kab. Garut, dalam pengawasan akankah semua dibiarkan begitu saja, semestinya para pihak terkait harus duduk bersama jangan sampai warga masyarakat jadi korban dan akhirnya program tersebut ditarik kembali oleh Pemerintah.***Yohaness