Dejurnal.com, Karawang -Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Karawang Hj. Rohayatie menjelaskan bahwa mantan Kepala SMKN 2 Karawang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyelewengkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp 8,7 Miliar. Pria berinisial LS ini akhirnya ditahan dikantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Karawang, Jumat (28/8/2020).
Kejaksaan Negeri Karawang telah melakukan Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Karawang nomor : Print-6U 02.18/17 d. 1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020 tentang Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan dalam Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kementerian Pendidikan “Dana Peningkatan Manajemen Dan Mutu Sekolah (PMMS) Kabupaten Karawang, dan Dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2015 dan tahun anggaran 2016 sebesar Rp 8.782.840.000,” ungkapnya kepada dejurnal.com, Jum’at (28/8/2020).
Menurut Rohayatie, dalam pelaksanaan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana Peningkatan Manajemen dan Mutu Sekolah (PMMS) dan dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) tahun anggaran 2015 dan tahun anggaran 2016.
“Tersangka LS Kepala Sekolah SMKN 2 Negeri Karawang yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga menimbulkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 2.731.753.520,” ujarnya. Rohayatie menambahkanbahwa dari hasil proses penyidikan yang dilakukan Tim Penyidik telah memperoleh alat bukti sebagaimana dijelaskan dalam KUHAP bahwa kegiatan Penyidikan adalah Serangkaian Tindakan Penyidik untuk membuat terang Pidana dan menemukan Tersangkanya.
“Berdasarkan alat bukti yang telah diperoleh Tim Penyidik, telah ditemukan adanya Perbuatan Hukum (PMH) baik formil maupun materil yang telah merugikan Keuangan ataupun Perekonomian Negara dan telah menemukan tersangkanya saudara LS selaku Kepala Sekolah Menengah Negeri (SMKN) 2 Karawang,” ucapnya.
Rohayatie menjelaskan bahwa yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Primair : Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang R1 nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke l KUHP J0. Pasal 64 ayat (I) KUHP 30 P383] 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KOrupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair ; Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang R1 Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (I) ke I KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan atas Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang, Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Untuk kelancaran jalannya penyidikan maka dilakukan penahanan terhadap tersangka,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rohayatie mengatakan, tindak pidana yang dilakukan berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
.”Dalam rangka penahanan dilakukan selama dua puluh hari di Lapas kelas II A Karawang,” Pungkasnya.***RF