Dejurnal.com, Bandung – Wakil Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bandung H. Dadang Suryana berpendapat, jangan terlalu mendramatisir apa yang dilakukan Kepala Desa Tenjolaya, Kecamatan Ciwidey yang videonya viral diduga sebagai kampanye terhadap salah satu pasangan calon Bupati Bandung.
“Yang dilakukan oleh Kepala Desa Tenjolaya saat itu hanya spontanitas. Sebagai penghormatan kepada konstituennya. Kalau dalam Sunda namanya aji rasa,” kata H. Dadang Suryana yang juga Kepala Desa Rahayu, Kecamatan Margaasih ketika ditemui di kantornya, bilangan Komplek Taman Kopo II Margaasih, Jum’at (13/11).
Itu menurut beberapa keterangan yang ia terima. Namun H. Dadang bisa membandingkan dengan posisinya sebagai kepala desa yang harus melayani kepentingan masyarakat, termasuk partai.
“Seperti kalau pada Ormas, saya ini bukan Persatuan Islam (Persis) tapi manakala berpidato di hadapan oang-orang Persis, saya tidak mengawali pembukaan pidato dengan assallaamualaikum, karena dalam pandangan Persis dalam pembukaan pidato itu tidak dengan assallamualaikum, tapi diawali bismillah. Namun, mana kala saya berpidato di hadapan orang-orang Nahdiyin, maka menggunakan assallamualaikum,” terang H. Dadang.
Seperti itu yang H. Dadang tangkap dalam sikap Kepala Desa Tenjolaya. “Apa yang dilakukan Kepala Desa Tenjolaya karena saat itu yang datang dalam tamu undangan pendukung calon Bupati Bandung nomor 1, ia menghormatinya dengan sikap menyemangati nomor satu. Seandainya yang datang itu nomor dua atau nomor tiga, ia mungkin akan melakukan hal yang sama, berdiri sebagai nomor 2 dan 3, dan ini harus dipahami. Karena seorang kepala desa itu melayani kepemtingan semua partai politik. Jangan terlalu didramatisir setingkat kepala desa. Kalau bupati saja boleh kampanye, gubernur boleh kampanye. Kenapa kepala desa tidak boleh?” kata H. Dadang.
Ia berharap kepala desa diberi hak politik seperti halnya bupati dan wakil bupati dan gubernur serta wakil gubernur. Selama ini menurut H. Dadang kepala desa dilarang menjadi ketua atau anggota partai.
“Kalau memang kepala desa mau diberangus hak-hak politiknya, kembalikan bahwa desa itu satu kesatuan masyarakat hukum, jangan ada partai politik tiingkat desa. Partai politik cukup sampai tingkat kecamatan saja. Kegiatan politik yang ada di desa harus seijin kepala desa,” tandasnya.
Tapi, bagaimana pun kata H. Dadang ada aturan yang berlaku. Tentang apa yang diperbuat Kepala Desa Tenjolaya, ia berharap peristiwa ini jadi bahan masukan kepada pembuat aturan. Jika itu dinyatatakan salah, konsekwensinya harus dihadapi, harus bertanggung jawab dan APDESI harus siap mengadvokasi anggotanya.
Menut H. Dadang, pendampingan advokasi bagi kepala desa baik yang melanggar aturan atau yang lebih dari pelanggaran aturan. “Apdesi itu tidak mengurus kepala desa yang baik-baik saja, tapi kepala desa yang manakala mendapat masalah pun harus dibantu,” imbuhnya.
Jangan aneh kata H. Dadang jika ada kepala desa yang melakukan kesalahan, tapi harus aneh jika ada kepala desa tidak pernah salah. “Kepala desa juga manusia yang sudah dicap oleh agama ‘al insanu mahalul hoto’: manusia itu tempatnya kesalahan. Jika manusia selalu bemar juga aneh karena bukan malaikat, jika manusia selalu salah juga aneh karena bukan setan,” pungkasnya.*** Sopandi