Dejurnal.com, Bekasi – Atlit binaan National Paralympic Comitte Indonesia ( NPCI ) Kabupaten Bekasi, keluhkan uang binaan pelatihan yang hingga saat ini belum juga mereka terima, hal tersebut di sampaikan mereka kepada awak media, di salah satu rumah atlit yang berada di kecamatan Setu. Pada Jum’at sore. (18/06/2021).
Dengan di dampingi kuasa hukum, 7 Atlit Disabilitas dan salah satu nya mantan pengurus NPCI Kabupaten Bekasi, mengaku hingga saat ini mereka belum mendapatkan jawaban dari pengurus NPCI terkait dana binaan yang harusnya mereka dapat tiap bulannya.
Menurut Tasha salah satu Atlit Splinter yang pernah mendapatkan 2 emas, 2 perak dan 1 perunggu, selama dirinya bergabung di NPCI Kabupaten Bekasi, sejak 2020 hanya mendapatkan sekali di bulan Januari 2021.
“Selama ikut di NPCI Kabupaten Bekasi, hanya satu kali saya dapatkan uang binaan, sebesar 800 ribu, itupun di potong 100 ribu, katanya untuk uang lelah yang mengurus administrasi nya” ujar Tasha.
Tidak hanya Tasha saja, rekan-rekannya pun mengalami hal yang sama, bahkan Rijal Atlit Goal ball yang sejak tahun 2017, tidak mendapatkan uang binaan yang seharusnya mereka dapatkan tiap bulannya.
Sedangkan salah satu mantan ketua seksi bina prestasi NPCI Kabupaten Bekasi, Ankara, harus menerima kenyataan pahit, dirinya mengaku di berhentikan sepihak, lantaran sempat menanyakan uang binaan yang selama ini diduga tidak jelas kemana.
“Saya di berhentikan sepihak, dan tidak ada mediasi hingga saat ini, saya menduga pemberhentian saya, karena beberapa saat yang lalu saya sempat bertanya soal keuangan NPCI ” ujar Ankara.
Kuasa hukum para atlit, Syahrial, dirinya dalam waktu dekat akan melakukan somasi kepada pengurus NPCI Kabupaten Bekasi. Dengan beberapa point, diantaranya dugaan Mala Administrasi terkait pemberhentian ketua seksi bina prestasi yang sepihak, serta dugaan penggelapan Dana bulanan pembinaan Atlit.
“Saya sudah pelajari kasusnya, dan ini saya melihat adanya dugaan Mal Administrasi, juga meminta Hak para atlit yang hingga saat ini tidak di berikan. ” Ujar Syahrial.
Coba Abang bayangkan, mereka ini para atlit adalah mayoritas tuna netra yang jelas tidak bisa melihat. Tapi sejak mereka jadi atlit, sudah tiga kali mereka harus tanda tangan di atas materai yang tiga kali juga mereka tidak tahu isi perjanjian seperti apa, seharusnya isi perjanjian di bacakan. Ini salah satu bentuk pelecahan terhadap mereka para atlit tunanetra. Tambah Syarial dengan kecewa.***Eka/Red