Dejurnal.com, Garut – Munculnya video pernyataan Bupati Garut yang menjawab aksi tutuntan mundur menjadi perhatian berbagai pihak, salah satu tanggapan dari Pengamat Hukum Tata Negara Indra Kurniawan, SH yang menilai statement bahwa RS Medina akan memproses secara hukum atas tuduhan-tuduhan Aliansi D’Ragam adalah sebuah tindakan yang kekanak-kanakan.
“Kita tahu bersama bahwa RS Medina adalah terkoneksi dengan Bupati Garut secara personal, dan dengan kondisi ini tentu konflik kepentingan sangat kental didalamnya,” ujar Indra Kurniawan dalam rilis tertulis yang dikutip dejurnal.com, Minggu (26/12/2021)
Dikatakannya, Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan dalam pasal 44 menyebutkan : “ Warga Masyarakat berhak melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan Konflik Kepentingan Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan” . selanjutnya Konflik kepentingan bagi Bupati garut dalam hak nya menjalankan bisnis private terikat pada pasal 43 UU AP 30 Tahun 2014 dimana, Bupati Garut wajib Melaporkan kepada atasannya ( Gubernur/Mendagri ).
“Ketika adanya bisinis private yang menyangkut kerabat dan keluarganya, mari kita uji secara formil, sejauh mana Bupati Garut telah melaksanakan Peraturan Perundang-undangan ini,” ucapnya.
Menurut Indra Kurniawan, hal ini sangat prinsip dan sangat berkaitan dengan moral publik garut, dimana ketika tidak dijalankan maka Potensi KKN pada setiap Bisnis Rudy Gunawan sebagai Bupati Garut diduga telah terjadi.
Menanggapi kwitansi pinjaman pada 2014, tambahnya, ini juga harus diperdalam tentang identitas si peminjam, karena pada tahun itu adalah tahun Pilkada Garut, dimana transaksional sponsorship pasti terjadi, dan tinggal kita lihat saja apabila si peminjam ini di untungkan dengan mendapatkan proyek tertentu maka itu juga memiliki potensi terjadinya KKN.
“Se simple itu melihat adanya nepotisme atau tidak pada tindakan-tindakan Bupati Garut yang dimungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang terhadap kekuasaannya untuk menguntungkan pribadi serta keluarga dan kerabatnya,” ungkapnya.
Lalu apakah ini pelanggaran? Indra menandaskan, kedalaman ini wajib di gali oleh Hak-Hak DPRD Garut dalam proses Pansus kedepan.
“Saya melihat proses-proses kita (D’Ragam) dalam mempertanyakan kinerja tentu berbasis pada End Product Bupati/Wabup Garut selama menjabat, dan tentu kinerja ini se paket, dan bahwa statement bupati dalam videonya yang menyatakan jangan membawa nama Helmi Budiman dalam pusaran kasus ini adalah pernyataan yang lucu, karena dalam setiap kebijakan publik maka wabup garut dianggap telah menyetujui baik secara de jure ataupun de facto terhadap setiap keputusan yang mengakibatkan kegaduhan selama ini di seluruh sektor public service,” paparnya.
Lanjut Indra, Indikator Makro Keberhasilan Garut dilihat dari Stagnasi IPM, tak ada indikator lain selain ini, selebihnya kegagalan parsial sangat terbuka untuk dilihat dengan mangkraknya proyek-proyek, mitigasi bencana yang buruk yang menyebabkan 3 kali bencana besar sepanjang kepemimpinan Rudy Gunawan dan Helmi Budiman adalah refleksi buruknya leadership 2 orang ini.
“Selanjutnya Garut yang ditetapkan sebagai daerah Rawan Bencana ke dua di indoensia adalah sebuah keadaan yang seharusnya dicermati oleh pimpinan daerah untuk menciptakan kebijakan-kebijakan dalam memitigasi bencana dengan metode Komprehensif Integral, jika ini tidak dilakukan maka saya menyatakan Gagal Total dalam leadership dalam leadership nya,” ujarnya.
Menurut Indra, fakta-fakta hukum yang selama ini dibawakan secara akademis oleh Aliansi D’Ragam dalam FGD adalah bentuk kewajiban moral warga garut, dan tentu ini mengikat secara moral juga terhadap Bupati Garut pada personifikasi Jabatannya.
“Menurut saya sampai saai apa yang disampaikan Aliansi D’Ragam berada pada standing point yang konsisten bahwa kegagalan kinerja seharusnya memiliki hipotesis tunggal yaitu “Mundurlah dengan Ikhlas untuk Bupati Garut,” pungkasnya.***Raesha