Dejurnal.com, Bandung – 7 dalang Kabupaten Bandung akan tampil dalam pagelaran wayang golek “Sajagat Sacarita” dalam rangka memperingati Hari Wayang Nasional 2022 di Padepokan Giri Harja Jelekong, Kabupaten Bandung pada Senin 7 November 2022 mendatang.
Ke-7 dalang tersebut Asep Sandi Kamajaya (Padepokan Girijinawi Raharja), Esa Wiasa Sunandar (Giri Pakuan), Adhi Konthea Ade Kosasih Sunarya ( Putu Giri Harja 2), Batara Sena Sunandar Sunarya (Sabda Palln Giri Harja 3), Waimiki Altaturaja Sunandar (Putu Giri Harja 3), Prajessa Kanthea Sunarya (putu Giri Harja 2), dan Cakra Adhi Sundaya (Padepokan Giri Jinawi Raharja).
Salah satu dalang yang akan tampil Asep Sandi Kamajaya menuturkan ke -7 dalang itu diambil dari 1 wilayah dan 2 kubu dari Giri Harja sebagian.
“Tiga dalang petetan atau dalang cilik tampil siang hari yakni Prajessa Konthea, Batara Sena Sunarya, dan anak saya Cakra Adhi Sundana, ” kata Asep Sandi ketika ditemui di Padepokannya di Desa Sukamukti, Kecamatan Katapang.
Sedangkan pada malam harinya penampilan empat pedalang dewasa, yakni Asep Sandi Kamajaya, Esa Wiasa, Adhi Konthea, Batara Sena dan Waimika.
Menurut Asep berkolaborasi pula wayang golek dengan wayang kulit, “Tapi wayang kulit Priangan, bukan wayang kulit Jawa.
Ke empat dalang dalam satu garapan “sajagat sacarita”. Begitu pula dalang cilik setelah acara serimonial 3 dalang cilik akan tampil.
Cerita yang dibawakan ” Palagan di Gunung Maliawan” yang naskah dan sangitnya dibuat Asep Sandi.
“Konsep garapan, dan nayaganya juga dari padepokan Giri Jinawi Raharja. Latihan di Padepokan Giri Jinawi, ” ujarnya.
Asep Sandie mengaku, untuk garapan tersebut hanya memerlukan 2 kali latihan termasuk gladi bersih. “Karena dalang lebih komunikatif. Prem ada tapi yang namanya wayang main imajinasi tidak seperti krip sinetron baku. Justru kalau diplud sedemikian rupa justru karakter jiwa masing-masing tidak akan muncul.Tapi prem garis besar ceritanya tetap, kan menyesuaikan dengan gendinh
Kebetulan yang menata gendingnya pun saya, ” Imbuhnya.
Cerita Palagan di Gunung Mariawan yaitu, Gunung Maliawan itu tempat tapa Hanoman. Dalam epos Ramayana, Hanoman itu dipercaya menjaga arwah Dasamuka dan Indrajini yang disimpan di dalam cepuk di atas di kepalanya disambungkan ke jaman Maha Brata.
Walaupun epos itu keduanya tidak berkaitan tapi disambungkan, disesuaikan dengan sekarang dimana jaman sekarang intoleransi dan kesenjangan sosial terjadi.
Kesenjangan sosial karena selama suatu tahun pandemi Covid 19, kemudian sekarang anak-anak hampir 99 persen terbius gadget setiap hari anak-anak tiap hari terbius gidget mengikis pelajaran budi pekerti.
“Jadi diibaratkan Rahwana itu kan gambaran kejahatan, padahal dijaga oleh Hanoman tapi kejahatan masih tetap ada, apa lagi tidak dijaga, ” tutur Asep.
Ia melanjutkan, konflik cerita di Gunung Maliawan itu Batara Guru harus membunuh Hanoman. Barang siapa yang bisa membunuh Hanoman akan dianugrahi penghargaan.
Pagelaran malam hari dalang dewasa durasinya 3 jam. Direncanakan dari jam 9 malam. Tema untuk dalang cilik Krida Darma Wijaya, dalam artian krida itu sebuah perjuangan, dharma itu pengabdian, kesucian wijaya unggul. “Mudah-mudahan generasi sekarang bisa memperbaiki generasi ke belakang, dalam arti ke depannya harus lebih baik pengetahuan dan moralnya, ” tutup Asep Sandi. *** Sopandi