Dejurnal.com, Bandung – Anggota DPRD Kabupaten Bandung, H. Yanto Setianto mengaku tidak puas dengan fungsi DPRD kabupaten / kota dan DPRD provinsi sekarang.
” Setelah saya membaca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 , “adug-adugan” menyampaikan pandangan atau pendapat tak ada artinya, karena anggota DPRD kabupaten/ kota dan DPRD provinsi itu merupakan penyenggara pemerintah daerah,” kata H. Yanto saat dihubungi usai reses di Margahayu, Rabu (13/3/2024).
“Jadi, kita bersama eksekutif selaku penyelenggara pemerintah daerah, kita bukan pengawas. Sama dengan inspektorat kalau di dinas mah. Dinas mengawasi dinas lagi . Kan apa artinya. Beda dengan DPR RI Betul trias politika, legislatif yang fungsinya mengawasi, menganggarkan, dan legislasi itu dijalankan, ” ujar politisi Golkar yang memilih pensiun di alkhir 3 periode di DPRD Kabupaten Bandung ini.
H. Yanto membantah jika ia menganggap fungsi DPRD Kabupaten Bamdung” banci”. “Saya tidak menuduh begitu. Hanya tida puas saja lah, ” tandasnya.
Pria yang memulai karier di DPRD Kabupaten Bandung sejak tahun 2009 ini mencontohkan, legislasif membuat Peraturan Daerah, dikonsef oleh eksekutif. “Dewan malas membacanya bukannya diibaca atau dikoreksi, kalau malas ya ngaguluyur saja begitu, ” katanya.
Kemudian dalam. hal penganggaran, lanjut H.Yanto meski ada sering “adug-adugan” di penganggaran apa sebabnya sesuatu itu dianggarkan. “Misalnya kenapa PKK dianggarkan, dibayarkan BPJS-!nya, kenapa tidak dipilih orangnya yang tidak mampu saja. Kalau pakai label PKK bisa saja istri konglomerat. Contoh ada saudara saya suaminya Tuan Tanah, tanahnya banyak di mana-mana, istrinya terdaftar di PKK, saat masuk rumah sakit dibayarkan BPJS-nya.
Sampai saya cemooh , nah begini kaum duuafa yang kaya. ,” katanya.
Menurut H.Yanto, dirinya tidak setuju bukan masalah BPJS-nya tetapi menggunakan lebel organisasinya PKK dibayarkan BPJS. Bukan tudak setuju dibayarkan BPJS tapi memakai lebel organisasinya.
“Orangnya aja langsung yang dibayarkan. Misalnya ada karang taruna BPJS ya dibayar. Seharusnya yang mampu mah ga usah,” kata Yanto.
Menurut H.Yanto lagi, BPJS murah meriah, tapi tidak tepat sasaran. “Sementara kalau saya jalan-jalan ke lapangan, masih banyak yang tak mampu tapi tidak tervover BPJS, ” katanya.
H. Yanto mengaku, ntung sekarang ada kebijakan pemerintah pusat dengan UHC-nya bahwa diproses SKTM- nya. “Jadi pintu masuknya harus sakit, baru bisa mendapatkan BPJS yang dibayar pemerintah, kalau tidaj sakit dulu dan dirawat jangan harap bisa dapat BPJS yang dibayar pemerintah, ” katanya.***Sopandi