Dejurnal.com, Garut – Di sebuah sudut sunyi Kabupaten Garut, tepatnya di Kampung Cikekes, Desa Sukamulya, Kecamatan Singajaya berdiri sebuah rumah reyot yang nyaris roboh. Dindingnya miring, tiang penyangganya hanya sebatang bambu, dan atapnya sewaktu-waktu bisa runtuh. Di rumah inilah, Bapak Atang dan Ibu Rohimah menjalani hari-hari mereka—dalam keterbatasan, namun penuh ketabahan.
Melihat kondisi ini, Anggota DPRD Garut Dapil 5, Ghea Aprilia, tak tinggal diam. Dalam rangka reses Masa Sidang III Tahun 2025, Ghea menyambangi langsung kediaman pasangan lansia ini, Sabtu (5/7/2025). Namun kunjungan ini jauh dari sekadar formalitas politik. Ini adalah panggilan nurani.
“Rumah ini sudah tidak layak ditempati. Kehadiran saya hari ini bukan hanya sebagai legislator, tapi sebagai bagian dari masyarakat yang peduli. Ini tanggung jawab sosial kita semua,” ujar Teh Ghea, sapaan akrabnya.
Dalam kunjungan tersebut, Ghea membawa bantuan berupa sembako dan santunan uang tunai. Tapi lebih dari itu, ia datang membawa harapan. Harapan bahwa kehidupan Pak Atang dan istrinya tidak akan terus-menerus bergantung pada dinding yang nyaris roboh, melainkan akan beralih pada fondasi baru yang lebih layak dan aman.
Ghea tak ingin berhenti pada kunjungan simbolik. Ia menginisiasi gerakan kolektif, mengajak berbagai pihak untuk bergandeng tangan: Pemerintah Kabupaten Garut, perusahaan-perusahaan lokal melalui program CSR, hingga BAZNAS Garut, untuk bersama-sama membangun rumah baru bagi keluarga tersebut. Ia bahkan berencana mengajukan permohonan bantuan ke Kementerian Sosial RI melalui program Rumah Sejahtera Terpadu (RST).
“Kalau kita hanya mengandalkan anggaran daerah, tentu terbatas. Tapi jika semua pihak bergotong royong, maka hunian layak bagi Pak Atang bukan lagi mimpi,” jelas Ghea.
Kunjungan ini turut didampingi oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Garut, Yudha Puja Turnawan. Ia menyampaikan bahwa rumah Pak Atang hanyalah satu dari sekian banyak rumah di pedesaan Garut yang masih luput dari perhatian. Yudha menekankan pentingnya membangun solidaritas sosial berbasis nilai gotong royong.
“Kita tidak bisa membiarkan saudara-saudara kita tinggal dalam kondisi seperti ini. Ini adalah panggilan kemanusiaan. Mari kita bergerak bersama, tidak hanya untuk Pak Atang, tapi untuk semua keluarga yang bernasib serupa,” ujar Yudha.
Gerakan ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga tentang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur bangsa: saling membantu, saling menopang, dan menempatkan kemanusiaan di atas segalanya. Reses yang dilakukan oleh Ghea Aprilia menjadi bukti nyata bagaimana fungsi wakil rakyat bisa menyentuh sisi-sisi terdalam kehidupan masyarakat, bukan hanya di ruang sidang, tapi juga di tanah, lumpur, dan rumah-rumah reyot yang butuh uluran tangan.
Dengan doa dan semangat kebersamaan, rencana pembangunan rumah layak bagi Pak Atang mulai dirancang. Harapannya, proyek ini bisa segera terealisasi dan menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk ikut serta dalam gerakan kemanusiaan serupa.
“Ini bukan sekadar tentang satu rumah, tapi tentang masa depan, tentang harapan, dan tentang keberpihakan kita pada rakyat yang paling membutuhkan,” pungkas Ghea Aprilia.**Willy