Dejurnal com, Bandung- Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Bandung Dr.Ir.H. Zeis Zultaqawa, ST,MM, ikut menjelaskan terkait Persetujuan Bangunan dan Gedung (PBG) dalam hal pembangunan sekolah Yayasan Benih Kasih Indonesia yang ditolak warga Desa Sukamukti Kecamatan Katapang hingga kasus ini diadukan warga ke Pemda dan DPRD Kabupaten Bandung.
Zeis ikut menjelaskan PBG karena Dinas PUTR memiliki kaitan erat dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Dinas PUTR merupakan unit teknis yang bertanggung jawab dalam proses perizinan PBG, termasuk verifikasi dokumen teknis dan pengawasan pelaksanaan pembangunan.
Kewenangan DPUTR, kata Zeis hanya rekomtek PBG kalau sudah direvisi alamat lokasi tidak bisa dihambat. “Karena hanya aspek teknis dan kesesuaian fungsi ruang sosial budaya. Nah kewenangan menerbitkan izin ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), karena aspek adminsitrasi ada di DPMPTSP,” katanya.
Zeis mencontohkan seperti halnya yang didemo oleh LSM Korek masalah belum diterbitkan PBG rumah di Dago Resor. ” Kan rekomtek dari DPU sudah keluar tapi karena di lapangan ada0 ketidak sesuaian dengan gambar dan KDB di rekomtek , oleh DPMTSP kan bisa tidak diterbitkan. Sama juga harusnya DPMTSP cek ke camat dan lingkungan disana, kalo tidak kondusif jangan diterbitkan DPMPTSP.
Terhadap statemen salah satu tokoh saat demo, bahwa bahwa PBG harus ditinjau kembali, menurut Zeis yang harus ditinjau bukan PBG-nya tapi izin/rekom dari Disdiknya.
Seperti diberitakan sebelumnya, warga Desa Sukamukti Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung menolak bangunan sekolah sebuah yayasan karena mereka menganggap tak pernah dimintai izin oleh pihak yayasan.
Kasus ratusan warga yang menolak bangunan yang terletak di RW 16 ini beberapa waktu lalu salah satu contoh aturan perizinan PBG itu menurut Kepala Desa Sukamukti Agus Tajudin perlu ditinjau kembali.
PBG yang asalnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak memerlukan izin warga baik RT,RW, desa, maupun kecamatan, karena PBG daftar langsung via online langsung ke pemerintah daerah melalui Dinas Pelayanan dan Perizinan Satu Pintu. Menurut Agus Tajudin hal ini membuat RT, RW, desa sampai kecamatan merasa dirugikan.
“Karena ketika ada izin pembangunan apapun itu bentuknya tidak melibatkan warga dan pemerintahan setempat yang notabene kalau terjadi sesuatu jadi masalah,” kata Agus Tajudin di kantornya, belum lama ini.
Seharusnya perizinan itu, menurut Agus harus kondusif dulu dari bawah. Setelah kondusif dari bawah baru ke atas. “Kalau kondusif di bawah kan tidak ada masalah. Dinas-dinas tidak masalah, di bawahpun aman dan nyaman,” tambahnya.
Karena nya, Agus Tajudin memohon agar PBG yang merupakan terjemahan dari Undang-undang Cipta Kerja agar ditinjau kembali. Ia berharap agar pemerintahan desa dan kecamatan diberi kewenangan kembali untuk mengontrol terhadap lingkungan agar kondusif.
Agus Tajudin tidak menampik kalau ketidak setujuan warga itu bukan hanya masalah perizinan, tapi warga dah tokoh agama setempat tidak rido kalau di kampung halamannya berdiri sekolah yang berbasis agama selain Islam, padahal mayoritas warga setempat memeluk agama Islam.
Selain itu, warga juga khawatir kalau pembangunan gedung tersebut tidak sesuai fungsinya.
“Warga khawatir, yang namanya sekolah yang berbasis agama lain, tentu di dalamnya juga bakal ada rumah ibadah. padahal mayoritas warga beragama Islam,” pungkas Agus.* Sopandi