Dejurnal.com, Garut – Salah satu anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut (DPKG) Dedi Kurniawan, SE, M.Si mengungkapkan
salah satu penyebab rusaknya Indeks Pendidikan di Garut bukan karena anak-anak tidak mau sekolah, tapi ada praktek curang di sekolah yaitu melalui penggelembungan jumlah siswa dalam data pokok peserta didik (dapodik) dengan memasukkan siswa fiktif atau siluman
“Selama praktek kotor ini tidak ditertibkan, indeks pendidikan kita sulit untuk naik, sebab siswa siluman itu orangnya tidak ada. Kalau orangnya ada, kita bisa tracking dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),” ujar Dedi dikutip dejurnal.com, Selasa (14/12/2021).
Menurut Dedi, fakta yang terjadi saat ini, siswa fiktif ini dalam Dapodik tercantum ada padahal sebenarnya tidak ada, mereka (siswa fiktif) sekolah dasar (SD) drop out (DO)-nya di kelas 6, jika SMP dan SMA (DO)-nya di kelas 3, yang DO ini tidak akan bisa diakses lewat PKBM sebab siswanya tidak ada.
“Saya bicara seperti ini, pernah melakukan penelitian dari laporan masyarakat di salah satu SD negeri di sebuah kecamatan yang tetanggaan dengan Garut Kota. Masyarakat mengadukan ke kami bahwa di sekolah tersebut siswanya kurang. Kami langsung terjun ke lapangan, kami periksa dapodiknya, kami tanya guru-guru nya, orang tua siswa, termasuk siswanya juga,” ujarnya.
Menurut Dedi, ternyata dapat kesimpulan bahwa di sekolah tersebut ada siwa fiktif (siluman) sebanyak 25 orang dan itu dibetulkan oleh pihak sekolah setelah diinterogasi.
“Jika kita analisa jumlah SD negeri di Kabupaten Garut yang mencapai 1.500, kalau mereka rata-rata memark-up siswa siswa 25 orang, berarti jumlah siswa siluman di Kabupaten Garut kisaran 37.500. Itu baru di SD negeri loh, belum lagi di sekolah swasta,” paparnya.
Yang lebih brutal lagi aksi pencantuman siswa fiktif dalam dapodik terjadi di tingkat SMP dan SMA, termasuk di lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kemenag.
“Inilah saya kira penyebab rusaknya IPM di Kabupaten Garut karena lemahnya pengawasan dan komitmen penyelenggara pendidikan. Sekolah dimaknai sebagai media mencari keuntungan dari BOS tanpa memperhatikan dampak buruk untuk Kabupaten Garut,” tegasnya.
Dedi mengaku siap untuk dikonfirmasi oleh siapapun guna membuktikan kebenaran data ini, walaupun sudah barang tentu tidak semua sekolah seperti yang kita hitung angka-angka yang tadi. “Namun praktik manipulasi dapodik dengan siswa siluman itu dipastikan ada,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi dejurnal.com melalui sambungan telepon, Dedi Kurniawan menegaskan pernyataannya dan sepakat untuk mendorong seluruh elemen yang peduli pendidikan di Kabupaten Garut untuk membongkarnya apalagi jika ada mafia dapodik yang memainkan peran.
“Secara finansial ada penambahan anggaran dari siswa siluman tersebut tapi secara indeks pendidikan itu sangat merusak, saya sepakat jika ada mafia dapodik di Kabupaten Garut yang memainkan untuk diberantas,” tandasnya.***Raesha