Dejurnal.com, Sukabumi – Sebagian besar warga Kampung Pondok Beureum Desa Kabandungan merupakan buruh yang berpenghasilan rendah sehingga untuk dikatakan sejahtera masih jauh panggang dari api.
Salah satu warga bernama Jumin mengungkapkan, penghasilannya sebagai buruh di perkebunan teh dengan upah Rp 33.000 per hari, untuk makan dan lauk pauk pun masih terasa kurang apalagi untuk memperbaiki rumah yang mereka tempati.
Hal senada pun disampaikan warga lainnnya, semntara bekerja berangkat kerja jam 5 subuh hingga siang hari menjelang duhur, dan itu sudah dijalani selama bertahun tahun.
Diketahui warga Kampung Pondok Beureum bekerja sebagai pekerja di sebuah peusahaan perkebunan dan pabrik teh yang telah berdiri sejak tahun 1911. Perusahaan yang telah ada sejak masa kolonial Belanda ini letaknya tidak berapa jaun dari perusahaan Star Energy dan INDONESIA POWER.
Kepala Desa Kabandungan, Bedi, membenarkan kondisi warga Kampung Pondok Beureum yang termasuk warga dengan kondisi miskin ekstrem.
“Akan tetapi kami pihak desa bukan membiarkan hal yang dimaksud terhadap masyarakat yang ada di Pondok Beureum tadi, pemdes selama ini ingin memberikan bantuan kepada mereka akan tetapi terbentur masalah administrasi dan status tanah yang menjadi tempat tinggal mereka,” terangnya.
Lanjut Bedi, memang benar mereka adalah karyawan PT dan rumah rumah bedeng itu adalah rumah yang sudah disediakan oleh perusahaan.
“Secara pribadi saya mengelus dada dan gak tega melihat kondisi itu, tapi gak mungkin juga kami dari pemdes mengalokasikan perbaikan rumah di bedeng-bedeng itu, hanya ada satu cara untuk bisa diambil langkah yaitu membebaskan lahan dari perusahaan tersebut, dan ini peluang ke depan saat PT tersebut sedang berproses mengajukan perpanjangan HGU, secara administrasi bahwa lahan itu ada 9 RT yang dianggap dengan katagori moskin ekstrim dan itu warga kami dengan status mereka warga Kabandungan,” paparnya.
Bedi menandakan bahwa pihaknya konsen untuk bisa merubah itu semua, terutama agar anggaran dari pemerintah bisa diserap ke Kampung Pondok Beureum setelah tanahnya masuk dalam pengajuan pelepasan hak atas dasar PP Nomer 18 tahun 2021 dengan acuannya reforma agraria,
“Disana terang benderang bahwa perusahaan berkewajiban menyisihkan minimal 20% sebagai pasos pasum, jika menganalisa kalimat di atas minimal tentu bisa di ajukan dengan jumlah luasan tidak terbatas,” katanya.
Bedi mengaku sudah melakukan pendekatan dengan perusahaan tersebut bahkan dalam waktu dekat ini kerangka itulah yang akan menjadi konsen pemerintah desa kedepan.
“Mudah-mudahan tidak sampai ke bulan Desember ini, dan ke depan kami akan undang sejumlah tokoh tokoh Kabandungan untuk membahas hal tersebut dengan seksama tentunya akan melibatkan pihak-pihak terkait dan butuh dukungan dari teman-teman juga untuk terpublikasi,” pungkas Bedi, Kepala Desa Kabandungan.***Aldy