Dejurnal.com, Garut – Refleksi Peringatan Milad Serikat Guru Indonesia (SEGI) ke-XIX
menghadirkan rangkaian diskusi publik yang berlangsung hangat dan penuh gagasan kritis.
Tema utama yang diangkat pada diskusi publik ini menyoroti isu kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru dimana dua persoalan ini hingga kini masih dirasakan belum sepenuhnya terpenuhi, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Salah satu narasumber, Iman Zanatul Haeri yang merupakan Ketua Bidang Advokasi Guru P2G menegaskan bahwa profesi guru kerap berhadapan dengan tantangan hukum ketika menjalankan tugas pendidikannya.
“Fenomena guru yang terlibat proses hukum hanya karena tindakan disiplin pendidikan menjadi perhatian serius,” ujarnya.
Menurut Iman timbul pertanyaan besar, di mana letak kesalahan sistemik yang menyebabkan pendidik lebih rentan terhadap diskriminasi hukum?
“Salah satu benang merah yang mengemuka adalah kurangnya pemahaman guru mengenai hak-hak mereka sebagai tenaga profesional. Peningkatan pengetahuan hukum, etika profesi, dan perlindungan diri menjadi kebutuhan mendesak agar guru tidak mudah diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga dituntut lebih sadar akan amanat undang-undang yang menegaskan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan atas tugas profesionalnya.

“Proteksi ini bukan hanya untuk kepentingan guru sebagai individu, tetapi juga menjaga keberlangsungan fungsi pendidikan nasional.
Isu kesetaraan juga turut disoroti, terutama terkait perbedaan kebijakan antara guru di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan mereka yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
“Realitas di lapangan menunjukkan bahwa guru madrasah sering kali merasa diperlakukan sebagai “nomor dua” dalam hal kesejahteraan, kesempatan pengembangan karier, maupun program peningkatan kompetensi.
Padahal, dalam perspektif pendidikan nasional, tidak seharusnya ada dikotomi antara guru madrasah, guru sekolah negeri, guru honorer, maupun guru ASN. Semua pendidik memiliki peran yang sama mulia dan memerlukan perlakuan yang setara. Para peserta diskusi menegaskan bahwa apakah kementeriannya satu, dua, atau tetap terpisah, yang terpenting adalah prinsip non-diskriminasi harus menjadi fondasi pengelolaan profesi guru.
Di tempat sama, Ketua SEGI Kabupaten Garut, Gunawan menambahkan bahwa Milad SEGI XIX menjadi momentum refleksi bahwa perjuangan peningkatan kualitas guru tidak cukup hanya pada tataran wacana.
“Diperlukan langkah konkret dari pemerintah, aparatur hukum, serta organisasi profesi untuk memastikan kesejahteraan, perlindungan, dan kesetaraan bagi seluruh guru bisa terwujud secara nyata,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Gunawan, martabat guru sebagai pendidik bangsa dapat benar-benar terjaga dan dihargai.
“Kita berharap diskusi publik ini dapat menjadi pemantik untuk dapat mengangkat martabat guru sebagai pendidik,” pungkasnya.***Willy













