Dejurnal.com, Garut — Dalam suasana berkabung setelah insiden tragis pesta rakyat di Pendopo Garut yang menewaskan tiga orang dan melukai beberapa orang lainnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menunjukkan sikap tanggap luar biasa dengan mengambil tanggung jawab penuh atas para korban—bukan hanya sebagai pemimpin daerah, tapi sebagai sesama manusia, Sabtu (19/7/2025)
Dalam konferensi pers yang digelar di RSUD dr. Selamat Jalan Pembangunan Tarogong, Dedi menyempatkan diri untuk menjenguk para korban luka-luka yang masih menjalani perawatan. Ia memastikan bahwa seluruh biaya pengobatan ditanggung pribadi olehnya, tanpa sepeser pun menggunakan anggaran negara.
“Saya bertanggung jawab atas semua biaya perawatan korban, dan memberikan uang tunggu sebesar Rp10 juta per orang selama mereka dirawat. Semuanya saya keluarkan dari uang pribadi, bukan dari uang negara,” ujar Dedi dengan nada tegas namun penuh empati.
Tak hanya itu, bentuk kepedulian lebih lanjut juga ia tunjukkan kepada keluarga tiga korban yang meninggal dunia. Masing-masing keluarga menerima santunan sebesar Rp150 juta yang langsung diberikan dari dana pribadinya. Putra sulung Dedi, Maula Akbar—yang juga menjadi bagian dalam perayaan pernikahan yang berlangsung sebelumnya—ikut menyalurkan santunan tambahan sebesar Rp100 juta per keluarga korban.
“Ini bentuk tanggung jawab moral saya sebagai pemimpin. Negara tidak perlu keluar uang untuk hal ini. Ini panggilan hati nurani saya,” tutur Dedi.
Dalam kesempatan yang sama, Dedi mengungkapkan bahwa ia sebenarnya telah dua kali mengeluarkan imbauan resmi agar pesta rakyat tidak digelar pada siang hari. Menurutnya, cuaca terik dan minimnya kontrol keamanan saat siang menjadi pemicu utama potensi bencana seperti yang terjadi di Garut.
“Saya sudah dua kali melarang. Saya minta semua hiburan rakyat dihindari saat siang karena rawan terjadi kerumunan tak terkendali,” katanya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa dirinya hanya merencanakan dua kegiatan resmi selama rangkaian perayaan, yakni acara siraman keluarga pada 17 Juli dan pertemuan tertutup dengan para kepala desa pada 18 Juli malam.
“Tidak ada pesta besar yang saya rancang. Hanya dua kegiatan kecil, bersifat internal dan tidak melibatkan massa. Jika ada pesta di siang hari, saya tidak tahu dan tidak pernah merestui itu,” ungkapnya.
Langkah cepat dan konkret yang diambil Dedi Mulyadi mendapat pujian luas dari masyarakat Garut dan berbagai kalangan. Warganet hingga tokoh lokal menilai bahwa respons sang gubernur bukan hanya menunjukkan keberpihakan pada rakyat kecil, tetapi juga menjadi contoh nyata kepemimpinan yang berempati dan bertanggung jawab.
“Ini pelajaran besar bagi kita semua. Bersenang-senang boleh, tapi keselamatan tetap yang utama,” tutup Dedi.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam, namun juga menyisakan pesan kemanusiaan yang kuat: bahwa di tengah duka, kepedulian sejati seorang pemimpin bisa menjadi cahaya harapan bagi mereka yang tertimpa musibah.**Willy