Dejurnal, Ciamis – Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui Dinas Kesehatan melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Cacingan. Program nasional dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tersebut menyasar ribuan anak usia 1 hingga 12 tahun, baik di sekolah maupun Posyandu.
POPM dilakukan dua kali dalam setahun dengan interval enam bulan. Tujuannya bukan hanya membasmi cacing parasit dalam tubuh anak, tetapi juga mencegah dampak jangka panjang yang berbahaya, mulai dari anemia, stunting, penurunan gizi, hingga gangguan kecerdasan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Ciamis, Edis Herdis, menjelaskan, pelaksanaan POPM dibedakan berdasarkan usia anak
“Untuk Anak sekolah (TK/SD/MI), obat cacing diberikan di sekolah dengan pendampingan tenaga kesehatan dari puskesmas setempat. Sebelum pelaksanaan, dilakukan screening kesehatan sederhana untuk memastikan kondisi anak layak menerima obat. Selain itu, pihak sekolah mengantongi izin tertulis dari orang tua sebagai bentuk persetujuan,” jelasnya.
Sedangkan untuk Anak pra-sekolah (usia 1–5 tahun) Edis menerangkan pemberian obat dilakukan di Posyandu atau kelompok bermain (Kober) dengan pengawasan langsung kader kesehatan dan petugas puskesmas.
“Dengan mekanisme ini, distribusi obat cacing bisa lebih tepat sasaran. Anak-anak dipastikan dalam kondisi sehat sebelum minum obat, dan orang tua pun merasa tenang karena ada persetujuan resmi dari mereka,” terang Edis.
Edis mengatakan Obat yang digunakan dalam POPM tersebut adalah Albendazole, yang dipasok langsung oleh Kementerian Kesehatan RI, dan diberikan secara gratis maka dipastikan aman tanpa membebani anggaran daerah.
“Adapun dosis yang diberikan disesuaikan dengan usia anak sebanyak 200 mg untuk anak usia 1–2 tahun dan sebanyak 400 mg untuk anak usia di atas 2 tahun,” paparnya.
Edis menambahakan Albendazole sensiri dipilih karena memiliki spektrum luas dan terbukti efektif membasmi hampir semua jenis cacing parasit.
“Berbeda dengan pirantel pamoat, obat ini lebih menyeluruh sehingga mampu melindungi anak dari berbagai risiko infeksi cacing,” imbuhnya.
Menurut Edis, meskipun data spesifik kasus cacingan di Ciamis belum terpetakan secara rinci, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi cacingan di Indonesia masih cukup tinggi, termasuk di Jawa Barat.
“Anak-anak paling rentan terkena cacingan karena sering bermain di tanah atau lingkungan yang kurang bersih. Gejalanya kadang tidak terlihat, tapi dampaknya bisa serius, mulai dari anemia, stunting, hingga menurunkan konsentrasi belajar di sekolah,” jelasnya.
Edis menekankan, keberhasilan POPM tidak bisa hanya mengandalkan pemberian obat. Masyarakat juga harus membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), terutama di rumah dan sekolah.
Lebih lanjut Edis mengimbau agar orang tua dan guru membiasakan anak untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, menjaga kebersihan lingkungan, termasuk halaman rumah dan tempat bermain serta mengikuti jadwal minum obat cacing sesuai program pemerintah.
“Kalau anak-anak rutin minum obat dan dibiasakan hidup bersih, risiko cacingan bisa ditekan, dan kesehatan mereka akan jauh lebih terjaga,” imbuhnya
Program POPM cacingan bukan sekadar kegiatan rutin, tetapi sebuah investasi kesehatan jangka panjang. Dengan menurunkan angka cacingan, risiko stunting dan anemia juga berkurang. Hal ini akan berdampak pada peningkatan gizi, konsentrasi belajar, serta kualitas sumber daya manusia di masa depan.
“Cacingan mungkin terlihat sepele, tapi akibatnya bisa besar. Melalui POPM, kita ingin memastikan anak-anak Ciamis tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya saing. Generasi bebas cacingan adalah generasi yang siap membawa bangsa ini lebih maju,” pungkas Edis. (Nay Sunarti)