Dejurnal.com,Garut – Gedung baru Klinik Utama Dr. H. Rotinsulu di Garut resmi dibuka pada Kamis (4/12/2025). Peresmian dilakukan oleh Sekretaris Daerah Garut, H. Nurdin Yana, M.H., yang hadir mewakili Bupati Garut, kadiskes dr. Hj. Leli Yuliani, M.M. Turut mendampingi, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr. Azhar Jaya, S.H., SKM., MARS, dan yang menyampaikan sejumlah arahan dan rencana strategis terkait peningkatan kualitas layanan kesehatan di Kabupaten Garut.
Dalam sambutannya, dr. Azhar Jaya menegaskan bahwa pendirian Klinik Utama Dr. H. Rotinsulu merupakan langkah awal memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat. Ia membuka kemungkinan bahwa layanan klinik ini dapat berkembang menjadi sebuah rumah sakit apabila kebutuhan pelayanan semakin meningkat.
“Kita lihat dulu kebutuhan masyarakat. Jika ke depan jumlah kunjungan meningkat dan fasilitas semakin dibutuhkan, bukan tidak mungkin klinik ini berkembang menjadi rumah sakit,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah pusat akan selalu mendukung, terutama bila pemerintah daerah membutuhkan arahan atau kebijakan pendukung.
dr. Azhar juga menyoroti masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Kabupaten Garut. Ia memaparkan bahwa perlu dilakukan investigasi menyeluruh terhadap setiap kasus, termasuk kelengkapan rujukan, waktu rujukan, kesiapan fasilitas, hingga kompetensi tenaga kesehatan.
Ia memberi contoh bahwa jika ibu meninggal kurang dari 24 jam setelah tiba di rumah sakit, penyebabnya kemungkinan berasal dari keterlambatan rujukan.
“Jika ibu meninggal lebih dari 48 jam pasca perawatan, evaluasi mutu layanan rumah sakit menjadi prioritas,” ujarnya.
Hal ini, katanya, harus dianalisis agar intervensi yang tepat dapat dilakukan. Kementerian Kesehatan berkomitmen memberikan dukungan nyata berupa penambahan peralatan PICU dan NICU untuk RSUD dr. Slamet Garut. Pemeliharaan alat selama 8 tahun tanpa biaya bagi pemerintah daerah. Pengiriman kamera kateterisasi (cath lab) dan dokter spesialis bila ruangan dan tenaga pendukung sudah siap.
“Setelah masa pemeliharaan berakhir, daerah diharapkan mampu mandiri mengganti peralatan dengan versi baru,” tegasnya.
Dalam acara tersebut, dr. Azhar juga menyoroti permasalahan TBC yang masih menjadi tiga besar penyakit di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa keberhasilan penanganan TBC bergantung pada:
1. Menemukan kasus aktif di masyarakat.
2. Memberikan edukasi penuh agar pasien tidak menghentikan pengobatan.
3. Menghadirkan PMO (Pendamping Minum Obat) untuk memastikan kepatuhan pasien.
Menurutnya, pasien TBC yang telah minum obat selama dua minggu sebenarnya sudah tidak menularkan, sehingga masyarakat tidak perlu melakukan diskriminasi.
Baca juga : Rencana Pembangunan RS Paru Garut di Astana Kalong Disoal, Ada Situs Makam Tumenggung Ardikusumah
Baca juga : 30 Makam Warga di Lahan Astana Kalong Dipindahkan, Pembangunan RS Paru Berlanjut
dr. Azhar menyinggung kebutuhan ideal pelayanan kesehatan, untuk 1.000 penduduk harus tersedia 1 tempat tidur. Dengan penduduk Garut yang mencapai 2,8 juta, idealnya dibutuhkan sekitar 2.800 tempat tidur. Jumlah tersebut saat ini belum terpenuhi bahkan bila dihitung bersama fasilitas swasta.
Puskesmas menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat, sehingga pemerintah pusat memperkuat kapasitasnya dengan:
Penyediaan USG untuk pemeriksaan kehamilan, penambahan EKG untuk mendeteksi gangguan jantung dan stroke.
Rencana pengadaan MRI mini 0,5 Tesla untuk diagnosis stroke, dengan harga yang sedang dinegosiasikan agar lebih terjangkau.
“Alat MRI jenis ini cukup untuk memeriksa kepala dan sangat bermanfaat untuk penanganan cepa,” katanya.
Di akhir pidatonya, dr. Azhar menegaskan bahwa keberhasilan layanan kesehatan tidak hanya bergantung pada rumah sakit, tetapi juga pada kekuatan Puskesmas yang menampung sekitar 90% layanan kesehatan masyarakat. Pemerintah akan terus meningkatkan peran Puskesmas agar masyarakat tetap sehat dan tidak memerlukan perawatan lanjutan di rumah sakit.***Willy















