Dejurnal.com, Garut – Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Garut yang menetapkan rancangan peraturan daerah (Raperda) APBD Tahun 2026 serta lima raperda yang digelar beberapa waktu lalu menuai kritik.
Pasalnya, kehadiran secara faktual para anggota legislatif pada saat ketuk palu tercatat hanya belasan orang saja, sementara catatan presensi dari Sekretariat DPRD 44 anggota hadir telah menandatangani kehadiran.
Mantan Ketua DPRD Garut periode 2009–2014, Ahmad Bajuri menilai hal ini menunjukan kelalaian pimpinan sidang dalam menjalankan fungsi pengendalian sidang paripurna.
“Seharusnya pimpinan memiliki wewenang penuh untuk menertibkan jalannya sidang, termasuk memanggil kembali anggota DPRD yang meninggalkan ruang rapat tanpa alasan yang dapat dibenarkan,” tandas Ahmad Bajuri kepada dejurnal.com, (4/12/2025).
Menurut Bajuri, kegagalan pimpinan dalam mengambil langkah tegas telah menyebabkan terjadinya penurunan drastis jumlah kehadiran yang hanya tersisa 14 anggota dari total 44 anggota DPRD yang telah mengisi presensi (absen, red).
“Kondisi ini menunjukkan bahwa pimpinan tidak menjalankan mekanisme pengawasan internal secara optimal, padahal keberlangsungan sidang paripurna sangat bergantung pada terpenuhinya kuorum serta disiplin para anggota,” tegasnya.
Bajuri menambahkan, dalam praktik sebelumnya, pimpinan DPRD memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap anggota tetap berada di sidang paripurna hingga agenda rapat selesai. Bila terjadi pengurangan jumlah anggota secara tiba-tiba, pimpinan wajib melakukan pemanggilan ulang, memberikan peringatan, atau bahkan menunda rapat bila kondisi tidak memungkinkan.
“Ketidakmampuan melakukan langkah-langkah tersebut bukan hanya mencerminkan lemahnya kepemimpinan, tetapi juga dapat mengganggu proses legislasi, menghambat pengambilan keputusan strategis, serta merugikan masyarakat yang menanti kebijakan penting.” tandasnya.
Bajuri menegaskan, apa yang telah terjadi pada sidang paripurna menjadi sinyal kuat bahwa diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola internal DPRD Garut, khususnya terkait disiplin anggota dan keberanian pimpinan dalam mempertahankan integritas sidang paripurna.
“Tanpa pembenahan sikap dan mekanisme pengawasan, kejadian serupa akan terus berulang dan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah,” pungkasnya.***Willy












