Dejurnal.com, Garut – Ketua DPRD Kabupaten Garut Dra. Hj. Euis Ida Wartiah M.Si membantah dirinya menghindari panggilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut beberapa hari lalu untuk dimintai keterangan atas dugaan tindak pidana korupsi anggaran BOP, Pokir dan Reses periode 2014 – 2019 yang sampai saat ini tidak jelas siapa tersangkanya.
Dikonfirmasi dejurnal.com, Hj. Euis Ida mengatakan telah menyempatkan diri datang Kejaksaan Negeri Garut, hanya memang datang terlambat karena melayat kerabat yang meninggal dunia.
“Saya sendiri telah memenuhi panggilan kemarin, hanya memang datang ke Kejaksaan Negeri Garut terlambat karena melayat dulu kerabat yang meninggal dunia. Undangan pemanggilan pukul 10.00, saya hadir pukul 11. 00 WIB pada Jum’at (05/03/2021),” Ujar Euis Ida melalui aplikasi perpesanan.
Euis Ida mengaku, dirinya datang ke Kejari menyampaikan permintaan maaf atas keterlambatan tersebut langsung kepada penyidik, dan akhirnya pada hari itu batal dimintai keterangan dan Kejari melalui penyidik akan mengagendakan undangan pemanggilan ulang.
“Sebagai warga negara Indonesia yang berazaskan hukum, tentunya saya akan patuh terhadap aturan. Artinya tidak ada istilah saya harus mangkir atau kabur. Sebagai warga negara yang baik, saya patuh terhadap hukum,” tandasnya.
Lebih lanjut Ketua DPRD Garut mengatakan, menjawab atas adanya hal pemberitaan di media, bahwa ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi anggaran BOP, Pokir dan Reses periode 2014-2019, dirinya dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD Garut pada saat itu. Tentunya, sambung Euis, akan memberikan keterangan sesuai kapasitas dan kewenangan anggota DPRD.
“Kami para anggota dewan bekerja berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada, sehingga produk yang dihasilkan harus memiliki kekuatan hukum,” paparnya.
Dijelaskan Euis Ida, bahwa seluruh pendanaan kegiatan DPRD diputuskan atas dasar pembahasan eksekutif dan legislatif. Anggarannya dikelola sepenuhnya oleh Sekretariat DPRD dan pembahasannya melahirkan keputusan secara proporsional dan transfaran.
“Bahwa Anggota DPRD tidak mengelola anggaran, melainkan penguatan usulan kegiatan yang diusulkan oleh konstituen selaras dengan mekanisme Musrenbang , maka untuk itu tidak ada istilah dana Pokir. Artinya Anggota Dewan hanya memperkuat usulan saja terkait perihal diakomodir atau tidak, sepenuhnya itu diserahkan kepada mitra kerja Pemda Kabupaten Garut yaitu Bupati melalui SKPD. Kalau pun nantinya diakomodir, maka dilaksanakan dengan mekanisme yang ada di eksekutif,” bebernya..
Ditambahkan Euis Ida, mengenai BOP ranahnya ada di pimpinan DPRD, karena anggaran itu diperuntukkan para unsur pimpinan DPRD.
“Sementara saat itu di periode 2014-2019 saya bukan pimpinan. Saya anggota,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Pagi Oktapian selaku Protokol yang selalu mendampingi Ketua DPRD Kabupaten Garut Hj. Euis Ida.
“Ibu tidak menghindari cuma saat itu terlambat ada kegiatan lain dulu, ibu melayat yang meninggal dulu, sehingga terlambat datang semestinya jam 10.00 WIB, ibu datang jam 11.00 WIB,” terangnya, saat ditemui dejurnal.com di lobby DPRD Garut, Jumat (5/3/2021).
Menurut Pagi, waktu itu Ibu menunggu di resepsionis dan akhirnya dipersilahkan masuk ke ruang penyidik Kasi Barang Bukti Kejari, hanya sekitar 15 menit.
“Saat itu juga Kasi Barbuk Kejaksaan Negeri, menjelaskan juga bahwa beliau, habis Vicom harus segera ke Bandung, karena jadwal padat maka acara di jadwal ulang, ibu kembali ke kantor DPRD kok, artinya ibu koperatif tidak menghindari panggilan dari Kejari,” Pungkas Pagi.***Yohaness