Oleh : Lili Guntur *)
Komite sekolah mempunyai makna, sejumlah kumpulan orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tertentu di sekolah. Merupakan forum pengambilan keputusan bersama antara sekolah dengan masyarakat dalam perencanaan, implementasi,monitoring, dan evaluasi program kerja yang dilakukan oleh sekolah.Dasar hukum pembentukan komite sekolah/madrasah untuk pertama kalinya adalah Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas).Rumusan Propenas tentang pembentukkan komite sekolah kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.44/U/2002 yang merupakan acuan utama pembentukan komite sekolah. Disebutkan sebagai acuan karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan disesuaikan dengan kondisi di masing-masing satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan.
Komite Sekolah adalah institusi penting yang dibentuk untuk jadi mitra sekolah dalam mengembangkan sekolah. Komite sekolah yang ada merupakan representasi dari komunitas sekolah. Ia menjadi institusi yang tepat untuk menyuarakan apa yang diinginkan oleh para orangtua murid dan pihak-pihak lain ke sekolah atau sebaliknya. Namun pada kenyataannya, saat ini kebanyakan komite sekolah belumlah bisa mengemban tugas tersebut. Hal ini disebabkan persoalan internal di dalam komite sekolah itu sendiri dan karena ketidakmengertian pihak-pihak yang berhubungan dengan komite sekolah.
Baca juga : KomiteTatang Sumirat : Satuan Pendidikan Dasar Tidak Boleh Lakukan Pungutan
Sekarang ini pembentukkan komite sekolah tidak atau belum mengikuti prinsip pembentukan komite sekolah yang diharapkan. Keberadaannya hanya sebatas pra-syarat bahwa sekolah memerlukan institusi atau lembaga pendamping yang dapat melegalisasi pungutan sekolah terhadap orangtua murid atau sebagai pemberi legalitas penggunaan dana masyarakat yang akan dilaporkan ke unsur terkait.
Keberadaan komite sekolah pada umumnya seperti antara ada dan tiada. Dalam arti institusinya ada, tapi peran, tugas,serta fungsinya sudah jauh dari awal pembentukan yang sesuai dengan keputusan menteri. Sekolah butuh komite, tetapi komite memanfaatkan soal lain di luar peran dan fungsinya. Bahkan banyak, komite sekolah yang legalitas formal keberadaannya tidak diperpanjang yang biasa ditandatangani oleh Dinas Pendidikan kota/kabupaten. Kasus seperti ini ada dugaan bahwa komite ikut berperan menikmati dana partisipasi masyarakat yang masuk ke sekolah dengan mendapat honor sebagai komite. Jika hal ini terjadi, jelas ini merupakan sebuah penyimpangan.
Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh Komite Sekolah sebagaimana dijelaskan dalam PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Antara lain ,komite sekolah dilarang:
a. Menjual buku pelajaran,bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam disatuan pendidikan.
b. Memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orangtua/walinya disatuan pendidikan.
c. Mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung.
d. Mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung, dan atau
e. Melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung.
Larangan ini harus dimaknai sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari kemungkinan komite
sekolah ikut-ikutan menumbuhsuburkan praktek-praktek KKN dalam pelaksanaan peran dan tugasnya untuk meningkatkan layanan pendidikan. Jangan sampai terjadi karena dengan alasan untuk melaksanakan peran dan tugasnya, lalu komite sekolah juga melakukan cara-cara yang penuh nuansa koruptif (KKN). Ketentuan ini berlaku juga untuk Dewan Pendidikan.
Malahan, kita memperhatikan bahwa Dewan Pendidikan lebih diposisikan sebagai agen pengawasan yang andal. Oleh karena itu Pasal 199 (1) menyebutkan bahwa: “Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah,Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.”
Adapun pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bukanlah sebagai pengawasan fungsional sebagaimana yang dilakukan oleh BPKP,BPK,Inspektorat Jendral, maupun pengawas fungsional yang lain di tingkat daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah jenis pengawasan sosial atau masyarakat.
Jadi,kebijakan sekolah yang selama ini masih melakukan pungutan DSP (Dana Sumbangan Pendidikan), penjualan map pada saat kegiatan PPDB ,dan penjualan seragam sekolah, itu jelas-jelas tidak diperbolehkan menurut PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Adapun jika dilakukan pelaksanaannya harus sesuai mekanisme melalui musyawarah komite dengan orangtua murid tanpa ada rekayasa dalam proses penetapannya. Jangan sampai orangtua murid selalu dikadali dan dijadikan sapi perah oleh pihak sekolah.***
*Ketua Lembaga Pengawasan Pembangunan Daerah (LPPD)