DeJurnal.com, Bandung- Jadi Kepala Sekolah (KS) itu harus memiliki jiwa visioner. Kalau hanya menunggu, akan ketinggalan. Ini pesan Neulis Sarikingkin, S. Pd. M. M. Pd.,
Pengawas Pembina di Kec Soreang, Kabupaten Bandung yang 2 bulan lagi pensiun.
“Kalau punya jiwa visioner insyaalloh bisa mengayomi guru-gurunya. Karena guru itu diperlukan untuk menunjang program KS. Kalau tidak ditunjang guru, program sebagus apapun tidak bisa berjalan, ” kata Neulis yang sudah mengabdikan dirinya di dunia pendidikan selama 40 tahun ketika dihubungi di Soreang, Kamis (7/4/2022).
Tak terasa, bagi Neulis 40 tahun di dunia pendidikan, yang dicita-citakannya sejak bangku SD ingin menjadi guru, karena termotipasi bibinya yang seorang guru, cara bertutur katanya luwes sehingga ia kepincut ingin menjadi guru.
Waktu SD ia bersekolah di SDN Soreang 1, saat pensiun dari pengawas pun tugas terakhirnya sebagai Pengawas Pembina di Kecamatan Soreang, di mana di dalamnya termasuk SDN Soreang 1.
SK pensiun Neulis sudah diterima, meski titi mangsa ia pensiun 1 Juni 2022. Awal karier, diangkat sebagai CPNS tahun 1982, dan ditugaskan pertama ke Indramayu. “Di sana sekolah bangunan baru, belum ada sekolahnya, sehingga kemudian ditugaskan ke SDN Ciwidey 1 sampai 1985, pulang kampung ke Soreang 2009 diangkat jadi kepala sekolah. Kemudian pindah ke SDN Cibiru 2,” terang Neulis.
Cita-cita Neulis menjadi pengawas terkabul mulai tahun 2010, bertugas di Kecamatan Pameungpeuk, selama 4 tahun. 2014 pindah ke Soreang, sampai sekarang.
Karier Neulis menanjak sejak terpilih menjadi guru teladan, tahun 2000. “Kalau menjadi guru teladan kan suka dijanjikan jadi KS. Saat itu masa pergantian UPT/KCD, dipasilitasi jadi guru pemandu bekerja sama dengan Jerman. Sering memberikan materi ke tiap Kecamatan. Walau masih jadi guru dengan tim, karena dulu bikin soal THB di Kabupaten masuk tim pembuat soal IPA, karena basick bidang IPA. Dulu kan namanya mata pelajaran. Kemudian diangkat jadi kepala sekolah di SD Babakan Soreang. SD yang paling tinggi lokasinya. Yang lain tidak mampu. Saya menyanggupi saja. Baru 9 bulan di sana, jadi KS sudah bisa jadi pengawas, padahal SK untuk KS itu 1 tahun, baru bisa jadi pengawas, ” tuturnya.
Dua bulan lagi Neulis pensiun, banyak hal yang harus jadi bahan evaluasi. Salah satunya ia berharap di era IT seharusnya sekolah maju pesat.
Neulis menilai, dengan adanya pandemi dan belajar dilakukan daring banyak sekali dampak yang negatif karena ada kesenjangan antara kota dan desa.
“Ketika ada daring, daring yang sebenarnya itu harusnya guru ada di kelas anak di rumah waktunya jam itu online. Bisa zoom merting, bisa klas room. Tetapi yang terjadi di kita di pedesaan khususnya tidak bisa akses seperti itu , karena orang tua tidak punya alatnya, HP-nya juga cuma satu, waktu pandemi banyak yg PHK, kuota juga g bisa beli, akhirnya daring yang di kita lewat WA. Beda kan. Guru memberikan tugas lewat WA kadang belum tentu tugas yng dikerjakan hasil siswa. Tida ada kontak. Kadang ada los kontak, kadang orang tua menuntut harus selesai, kan yeng menyetorkan tugas ke sekolah orang tua. Jadi akhirnya dia yang mengerjakan. Jadi kalau anak nilainya 10 mungkin itu nukai hasil orang tua, ” katanya.
Duan bulan lagi, apa yg bisa dikerjakan Nueulis? Ia mengaku, menyelesaikan sisa program. ” Insyaaaloh segala sesuastu didelegasikan ke pengawas yang lain, ada dua, tiga. Pengawas itu kan kerjaan tim, ” tutupnya Neulis. *** Sopandi