Dejurnal com, Bandung- Anggota DPRD Kabupaten Bandung, H. Dadang Suryana, S.Ip menilai, kunjungan kerja (kunker) bagi anggota DPRD, merupakan salah satu pelaksanaan tugas dan fungsi anggota dewan yang memang sudah ditentukan berdasarkan musyawarah di badan musyawarah (Bamus) DPRD Kabupaten Bandung.
Sebagai anggota baru DPRD Kabupaten Bandung, H.Dadang Suryana yang mantan Kepala Desa Rahayu Margaasih ini, mengaku kunker sangat terasa manfaatnya. Menambah pengalaman.
‘Jadi tidak ada kaitan sama sekali antara kunker dengan pelesiran. Kunker itu salah satu kewajiban anggota dewan untuk dilaksanakan karena itu merupakan hasil musyawarah di Bamus. Itu yang mesti jadi pedoman bagi semua. Baik pers maupun anggota dewan,” kata H. Dadang Suryana kepada Dejurnal.com di kediamannya di bilangan Desa Rahayu kecamatan Margaasih, Jum’at (21/2/2025).
Menurut H. Dadang Suryana fokus tujuan kunker disesuaikan dengan kebutuhan anggota dewan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik pengawasan maupun penyelenggaraan pemerintahan, karena anggota dewan pun punya kewajiban untuk sama-sama menyelenggarakan pemerintahan daerah sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
“Jadi, hasil dari kunjungan kerja itu bisa menjadi masukkan bagi pemerintah daerah dalam hal ini eksekutif untuk dilaksanakan, dieksekusi sesuai dengan hasil musyawarah kesepakatan antara dewan dan pemerintah daerah. Alhamdulillah hasilnya bak, menjadi wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kami dalam rangka mendorong pemerinta Kabupaten Bandung baik dalam pelaksanaan -pelaksanaan program atau peningkatan PAD,” tetangnya.
H.Dadang mencontohkan, ia bersama anggota Komisi B lainnya melaksanakan kunker tanggal 17,18,19 Februari 2025 ke Batam. Menurtnya, Kota Batam ini satu kota yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di Indonesia.
” Menurit Kadis Budpar Batam, pertumbuhan ekonominya 7,7. Tingkat nasional juga belum sampai segitu, di kita baru 5, sekian. Jadi kami mencari bahan bagaimana agar pemerintah Kabupaten Bandung yang notabene baik jumlah penduduk maupun luas wilayahnya lebih besar dari Batam. Batam yang jumlah penduduknya hanya 1,2 juta jiwa, luas wilayahnya di bawah 1 km2 itu bisa menghasilkan PAD Rp 1,4 triliun. Sedangkan kita dengan jumlah penduduk 3,8 juta jiwa , luas wilayah begitu besar PAD-nya cuma Rp 1,8 triliun,” tutur H.Dadang Suryana
Dari sektor kebudayaan dan pariwisata saja, sebut H.Dadan, Kota Batam bisa menyumbangkan 25 persen untuk PAD. Menurutnya, mereka bisa seperti itu karena banyak aspek-aspek yang digali untuk mendapatkan PAD.
H. Dadang mencontohkan, di Batam ada momen-momen yang sengaja dibuat even-even kebudayaan dalam rangka meningkatkan PAD maupun meningkatka ekonomi masyarakat
“Kemudian masalah perizinan pariwisata itu memang sangat ketat. Tidak ada satupun objek pariwisata di Batam yang tidak punya izin.
Jadi kita dapat ilmu bagaimana Kabupaten Bandung bisa meningkatkan PAD dari sektor kebudayaan dan pariwisata, karena Kabupaten Bandung sangat kaya dengan objek wisata dan kebudayaan,” katanya.
H.Dadang menilai, penyebab PAD dari sektor pariwisata di Kabupaten Bandung kurang maksimal mungkin kurang tertib administrasi , dah kedisiplinan perizinan belum bisa dimaksimalkan.
‘”Jadi harapan kami mudah-mudahan dengan hasil kunjungan kemarin bisa memberi masukan kepada pemerintah Kabupaten Bandung dalam rangka meningkatkan PAD dari sektor kebudayaan dan Pariwisata,” katanya.
Menurut H. Dadang Suryana dengan dibentuk Satgas Penertiban dan Pengamanan Perizinan Bangunan Gedung (PBG) dan Izin Usaha di Kabupaten Bandung diharapkan PAD Kabupaten Bandung meningkat.
” Ini bagus tinggal betul-betul konsekwen dilaksanakan. Kalau program bupati itu saja terlaksana dengan baik, saya yakin PAD Kabupaten Bandung akaneningkat: Kota Batam sendiri untuk tahun 2025 ini menargetkan PAD Rp 2,1 dari tahun sebelumnya Rp 1,4,” katanya.
H.Dadang Suryana menyebut, orang Batam
heran mengapa Kabupaten Bandung kecil PAD-nya jika dibandingkan dengan Batam, padahal daerahnya luas dengan bervahain potensi
H. Dadang Suryana Salut dengan pemerintah Batam dalam penyediaan air, sama sekali melarang masyarakat membuat sumur, karena air disalurkan dari penyulingan sumber air sungai atau waduk yang dikelola oleh pemerintah.
“Di kita banyak sumber air di waduk-waduk atau situ tapi belum maksimal. Ada sedikit juga tapi dikelola swasta. Mudah-mudahan ke depan hasil-hasil kunjugan kerja ini bisa menjadi masukan buat pemerintah kabupaten Bandung dalam kaitan Peningkatan PAD untuk kesejahteraan masyarakat,” kata H. Dadang Suryana.* Sopandi