Dejurnal.com , Garut – Di balik keindahan alam kaki Gunung Cikuray, tersimpan cerita getir yang nyaris luput dari perhatian publik. Rizki, seorang anak penyandang disabilitas cerebral palsy, tinggal bersama orang tuanya di sebuah rumah reyot berdinding bilik bambu di Kampung Sukarasa RT 05 RW 02, Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut. Di tengah kondisi serba kekurangan, keluarga ini hidup dalam sunyi—tanpa akses memadai terhadap layanan kesehatan, tanpa sentuhan bantuan pemerintah, dan tanpa kepastian akan hari esok.
Kondisi memilukan ini akhirnya mengetuk pintu hati seorang wakil rakyat. Yudha Puja Turnawan, anggota DPRD Kabupaten Garut dari Fraksi PDI Perjuangan, mendatangi langsung kediaman keluarga Rizki pada Selasa, 1 Juli 2025. Tidak sendiri, ia datang bersama Camat Cisurupan Mamun, S.Pd., M.Pd., Sekmat Daim, perwakilan Puskesmas, Kepala Desa Cisero Saepudin, dan Ketua APDESI Kecamatan Amun.
“Saya datang bukan untuk sekadar melihat, tapi untuk memastikan negara hadir di tengah rakyat yang paling lemah,” ujar Yudha dengan suara parau, matanya berkaca-kaca melihat langsung realitas di lapangan.
Dalam kunjungan itu, Yudha menyerahkan bantuan berupa uang tunai dan sembako. Namun lebih dari itu, ia membawa harapan baru—sebuah komitmen untuk mendorong sinergi lintas sektor guna membangun rumah yang layak bagi Rizki dan keluarganya.
Yudha dengan tegas mendorong Pemkab Garut agar segera mengonsolidasikan sumber daya, termasuk dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari BJB dan perusahaan swasta melalui Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP). “Kita tidak bisa terus membiarkan anak-anak seperti Rizki menunggu. Bantuan harus dipercepat dan sistem harus diperbaiki,” tegasnya.
Ia juga menyoroti potensi pemanfaatan sumber dana lainnya seperti Baznas, iuran Korpri, hingga Dana Desa. Tak cukup hanya bicara solusi jangka pendek, Yudha bahkan berencana membawa kasus ini ke Kementerian Sosial untuk pengajuan program Rumah Sejahtera Terpadu (RST) serta bantuan kewirausahaan untuk orang tua Rizki agar memiliki penghasilan mandiri.
Respons positif datang dari Camat Cisurupan, Mamun. Ia menyatakan kesiapannya untuk mengoordinasikan upaya lintas lembaga agar pembangunan rumah layak untuk Rizki bisa segera terealisasi. “Ini adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya beban satu pihak. Kita tidak bisa membiarkan kemiskinan ekstrem menjadi wajah dari desa-desa kita,” ujarnya.
Cerita Rizki hanyalah satu dari banyak potret anak-anak penyandang disabilitas yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Di balik angka statistik dan laporan tahunan, tersembunyi ribuan kisah pilu yang jarang tersorot. Mereka bukan hanya butuh belas kasih, tapi butuh keadilan sosial yang nyata.
Yudha menggarisbawahi bahwa masalah ini bukan persoalan individu, melainkan kegagalan sistemik yang harus dibenahi secara kolektif. “Kita bicara tentang hak hidup layak, hak mendapatkan pelayanan dasar, dan hak untuk tumbuh tanpa diskriminasi. Ini bukan tentang belas kasihan, ini tentang keadilan,” pungkasnya.
Dengan lantang, ia mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha untuk menyatukan langkah. “Mari kita satukan niat, anggaran, dan kepedulian untuk menghapus kemiskinan ekstrem dari bumi Garut. Jangan biarkan keluarga seperti Rizki terus menunggu. Karena setiap hari yang mereka lewati dalam kekurangan adalah kegagalan kita bersama sebagai bangsa.”**Willy