Dejurnal.com, Sukabumi – Di balik dinding anyaman bambu yang hampir runtuh dan atap bolong yang tak lagi mampu menahan derasnya hujan, berdirilah sebuah keluarga sederhana di Kampung Kebon Lumung, Desa Pulosari, Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi.
Omo, seorang pemuda yang hanya berbekal niat kuat tanpa keahlian khusus, mengaku ingin sekali menjadi tulang punggung bagi ibu kandungnya, Tati, dan ayah tirinya, Wiwi, yang hanya bekerja serabutan tanpa kepastian.
“Saya ingin sekali bekerja, kasihan orang tua. Saya gak mau jadi beban mereka. Tapi cari kerja itu susah tanpa keahlian. Kadang saya terpaksa ngamen jadi badut keliling kampung,” ungkap Omo saat ditemui beberapa waktu lalu.
Lebih dari sekadar pekerjaan, yang membuat hatinya semakin gundah adalah kondisi rumah mereka yang hampir roboh. Dinding bolong, atap bocor, dan tanah yang sering kebanjiran membuat kehidupan keluarga ini jauh dari kata sejahtera. Bahkan, meski sudah banyak yang memotret rumahnya, tak ada satu pun bantuan yang datang. Program rutilahu pun tak bisa mereka nikmati karena status lahan rumah itu berada di tanah lumbung milik Desa Pulosari.
Namun, di tengah kepahitan itu, harapan tetap menyala. Sebulan kemudian, Dedi Cobra, yang sebelumnya pernah disambangi Omo untuk meminta saran pekerjaan, kembali menghubungi lewat pesan pribadi. Ia menanyakan kabar sekaligus kondisi rumah.
“Alhamdulillah rumah sudah direhab seadanya, tapi sudah 23 hari ini atap sama dinding belum tertutup. Kalau ada yang bisa bantu, saya butuh 21 lembar asbes dan 9 lembar GRC.” Omo menjawab lirih,
Jawaban itu membuat hati terenyuh. Tanpa banyak pikir, Dedi Cobra berikhtiar mencari dermawan yang mau menyumbang semata karena Allah.
Kabar bantuan itu pun sampai ke telinga Ketua RT setempat, Omen. Ia menyambut dengan apresiasi, “Mantap, bagus… lanjutkan. Semoga kebaikan ini terus berlanjut.” ujar Ketua RT.
Sementara itu, Dirja Miharja, Kepala Desa Pulosari, ketika dikonfirmasi mengaku bahwa pihak desa sejak lama telah mengusulkan rumah keluarga Tati untuk program rutilahu. Namun terbentur masalah administrasi karena tanah yang ditempati bukan milik pribadi.
“Sudah dari dulu diajukan, tapi memang secara administrasi tidak bisa, karena itu tanah lumbung milik desa,” jelasnya dengan nada tegas.
Di tengah suasana haru, Ibu Tati tak kuasa membendung air mata. Dengan suara bergetar ia mengucap syukur, “Terima kasih kepada Aliansi dan hamba Allah yang telah membantu. Semoga Allah membalas dengan kesehatan, rezeki melimpah, dan keberkahan hidup.” ucapnya.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa kemiskinan bukan sekadar soal materi, tapi juga perjuangan batin untuk tetap berdiri di tengah keterbatasan. Dan dari tangan-tangan yang ikhlas, secercah harapan bisa tumbuh, menguatkan langkah seorang anak yang bercita-cita menjadi tulang punggung bagi keluarganya.***Aldy