Dejurnal.com, Garut – Sejatinya, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) memiliki peran strategis dalam mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) utamanya di bidang pendidikan, apalagi jika ditunjang dengan penggelontoran anggaran puluhan milyar rupiah berupa Bantuan Operasional Penyelenggaraan Kesetaraan (BOPK).
Data yang diperoleh di laman kemenkeu.go.id, BOPK untuk Kabupaten Garut dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, tahun 2022 sebesar Rp 22 milyar, 2023 sebesar Rp 43,54 milyar, 2024 sebesar Rp 40,18 milyar dan tahun 2025 sebesar Rp 53,54 milyar.
Namun kenyataannya indeks pendidikan Kabupaten Garut yang notabene merupakan salah satu indikator dalam meningkatkan IPM tak pernah beranjak signifikan. Sebagian kalangan memberikan pandangan bahwa hal ini disebabkan banyaknya PKBM di Kabupaten Garut yang diduga melakukan manipulasi data warga belajar untuk sekedar mendulang dana BOPK.
Hasil penelusuran dejurnal.com terhadap beberapa keberadaan PKBM di berbagai kecamatan di Kabupaten Garut, ditemukan hal-hal yang janggal terutama dugaan pemalsuan peserta didik (siswa fiktif), tidak tercapainya jam belajar tatap muka serta keberadaan PKBM yang tidak jelas.
Salah satu anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Garut (DPKG) membenarkan banyaknya permasalahan PKBM di Kabupaten Garut.
“Kita dari Dewan Pendidikan sudah bergerak untuk melakukan monev untuk menyikapi hal tersebut dengan membagi tugas dan wilayah dan turun langsung ke lapangan,” ungkapnya.
Ia menyebutkan temuan yang signifikan dalam permasalahan PKBM di Kabupaten Garut ialah yang tidak memiliki warga belajar secara ril namun mendapatkan anggaran yang sangat besar.
“Temuan kita di lapangan terdapat PKBM yang tidak memiliki warga belajar, ada juga yang memiliki warga belajar kegiatan belajarnya tidak ada, tapi dapat ijazah,” katanya.
Sementara itu, data Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Garut bersumber tahun 2024 Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa masih ada sekitar 0,72 persen penduduk Kabupaten Garut yang buta huruf atau buta aksara, padahal amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dimana salah satu tugas PKBM adalah melaksanakan program keaksaraan
Demikian juga poin Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) tahun 2024 berada di angka 7,84, padahal keberadaan PKBM ialah untuk dapat memberantas buta huruf dan meningkatkan angka RLS sebagai salah satu poin dalam meningkatkan indeks pendidikan sebagai salah satu pilar Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“Ijazah kesetaraan Paket A, B, dan C bagi warga masyarakat yang putus sekolah ini sangat berpengaruh sekali terhadap peningkatan angka RLS,” ujar Ahli Madya Statistik BPS Kabupaten Garut, Iwan saat ditemui dejurnal.com, Kamis (16/10/2025)
Iwan sepakat menyatakan jika program ijazah kesetaraan Paket A, B dan C melalui PKBM yang hampir ada di tiap kecamatan ini dapat dilaksanakan dengan baik, angka RLS Kabupaten Garut tentunya bakal berpengaruh. Menurutnya, BPS sendiri pernah dikomplain pemda ketika menunjukan angka RLS yang rendah padahal sudah banyak program yang dilaksanakan, bahkan untuk mendapatkan anak yang putus sekolah saja sangat sulit.
“Survey yang dilaksanakan BPS tidak berdasarkan by name by addres dan setiap tahun sampel berubah, jika program peningkatan pendidikan dilakukan tepat sasaran, tentunya hasil survey dengan moteda apapun akan berpengaruh juga terhadap nilai indeks pendidikan itu sendiri,” pungkasnya.***Tim DJ/Wil/Raesha